[Perjalanan Masuk FKUI] Elisa Jonatan


Perkenalkan nama saya Elisa Jonatan, dulu dari SMAK 1 Penabur di Tanjung Duren. Saya sudah bercita-cita masuk FKUI sejak SMA. Saya sampai tulis di agenda harian saya “Harus FKUI, kalo gak mendingan gausah kuliah!” Sebegitu besar dedikasi dan keinginan saya untuk masuk Universitas Indonesia. Dipandangan saya UI sangat baik sekali, mulai dari kurikulum, gedung dan ranking. Saya tau untuk masuk pun pasti sulit, maka dari kelas 1 SMA saya sudah cari cara bagaimana agar bisa masuk. Saya mulai susun strategi, mulai cari tahu tentang UI, bicara sama guru BK dan alumni sekolah saya yang berhasil masuk.

Untuk adik-adik yang ingin masuk UI, jangan nyerah sebelum berjuang. Dan jangan berharap juga tanpa perjuangan kalian bisa masuk. Saran dari saya, dari kelas 1 pasang strategi. Ukur kemampuan kalian, jika menurut kalian, kalian mampu lewat jalur undangan, bersiaplah dari kelas 1-3 belajar yang rajin. Jaga nilai untuk selalu diatas 85. Namun jika menurut kalian susah dan tidak mungkin lolos lewat jalur undangan. Kejarlah jalur test, daftar bimbingan belajar saat kelas 11 atau 12, sesuaikan dengan jadwal kalian. Jika sudah daftar, jangan malas-malasan ikut bimbel. Jangan bolos. Setiap sesi catat dan belajar lagi dirumah. Jangan tergiur untuk nyontek saat TO ataupun ajakan temen untuk bolos. Ingat masa depan kalian, ditangan kalian.

Saya pribadi memang tidak daftar bimbingan belajar, saya cuma mengandalkan satu jalur yaitu Talent Scouting. Saya sudah pikirinkan semuanya. Ini memang rencana cukup nekat. Tidak ada cadangan, benar-benar cuma bergantung pada satu jalur itu. Saya ingat, saat hari H pengumaman, saat jam yang ditentukan, website UI crash. Saya di rumah, bersama mama dan teman saya. Duduk di sofa, menunggu website UI untuk tidak error lagi. Kira-kira 30 menit setelah waktu pengumuman seharusnya, web bisa diakses dan teman saya membuka account saya. Kemudian dia baca lalu peluk saya dan bilang “Aaaa you did it!” Dia kasih hp nya untuk saya baca hasilnya, dan memang tulisannya saya diterima. Seketika mama saya, papa saya, om saya heboh semua di rumah dan di whatsapp. Di titik itu, saya bener-bener tidak percaya sekaligus senang sekali. Perjuangan saya selama 3 tahun di SMA ikut kegiatan-kegiatan sambil mengejar nilai agar cukup untuk daftar benar-benar terbayar. Dan saya percaya semua yang keterima pasti terharu, karena saya juga.

Saya berharap, kita semua yang masuk FKUI tidak hanya menjadi dokter biasa. Tidak hanya ingin mencari nafkah dan lupa akan tugas dokter yang seharusnya, yaitu menolong orang dengan tulus. Saya harap, saya dan angkatan saya seluruhnya bisa berguna bagi bangsa. Kami bisa membanggakan keluarga, almamater, dan negara. Bisa berguna bagi negeri ini, bisa menjadi orang pintar Indonesia dan menggunakan kepintaran kami nanti untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Bisa mengharumkan nama Universitas Indonesia dimanapun kami berada.

Jujur, sampai di titik ini tidaklah mudah. Banyak perjuangan, pengorbanan, tenaga, apalagi air mata yang dikeluarkan. Ada satu kalimat yang saya pegang teguh selama ini, yang bisa dibilang menjadikan saya sampai seperti ini. Ini motto ayah saya sendiri “No sacrifice, no victory”. Artinya, tidak ada pengorbanan, tidak ada kemenangan. Dan saya 100% setuju akan kalimat ini. Setiap hal yang kita ingin capai atau miliki, pasti ada harga yang harus dibayar. Tidak ada yang memberikannya gratis, kita harus berusaha untuk mendapatkannya. Berdoa dan berusaha adalah kunci bagi saya. Berdoa tanpa berusaha adalah mati, dan berusaha tanpa berdoa adalah sombong.

Komentar

Posting Komentar