[Perjalanan Menuju FKUI] Afid Brilliana Putra

Jalan tidak selamanya mulus. Terkadang ada lubang, bebatuan, kerikil, atau bahkan polisi tidur. Jalanan mulus memang mempercepat langkah mencapai tujuan. Namun, halangan yang memperlambat adalah bagian dari upaya memperbaiki diri dan menelaah kembali strategi mencapai tujuan sebenarnya.
Anak desa yang mempertahankan budaya perkotaan. Semoga niat tulus berbagi menjadi latar belakang dibuatnya tulisan ini. Sebagai mahasiswa baru, banyak hal yang dapat diperoleh. Namun, pengalaman menjadi mahasiswa baru adalah yang terindah, paling diingat, dan bahkan mampu menginspirasi lebih banyak orang di luar sana.
Tertulis di KTM, Afid Brilliana Putra. Namun, rekan-rekan dapat memanggil “Afid”. Mahasiswa baru jurusan Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2016. Begitu mendengar kata “Kedokteran” atau “Universitas Indonesia”, pasti berbagai pandangan dan bayangan bersahutan di benak rekan-rekan. Mulai dari sulitnya masuk FK, terlebih di UI. Mohon pandangan itu dihentikan sejenak. Mari melihat dari sudut pandang yang lebih nyaman.
Sebenarnya, semua orang di Indonesia berhak masuk di Universitas Indonesia. Karena, inilah satu-satunya universitas yang menyandang nama bangsa ini. Sehingga, UI harus mampu mengakomodir segala lini masyarakat di Indonesia. Lalu, bagaimana dengan Fakultas Kedokteran? Mari menilik lebih jauh darimana mahasiswa di fakultas ini berasal.
Banyak rekan mahasiswa baru yang berasal dari daerah. Mulai dari ujung Aceh hingga pelosok Merauke. Saya sendiri berasal dari Kota Malang. Bukan ibukota provinsi bahkan. Hanya kota yang terkenal karena wisatanya. Bahkan, saya tidak lulus dari sekolah dibawah naungan Kemdikbud. Saya dicetak sebagai alumni Madrasah. Pernah mendengar MAN 3 Malang? Pasti tidak seakrab nama Taruna Nusantara ataupun sekolah-sekolah PASIAD. Lebih jauh lagi, jangan bandingkan dengan SMAN 8 Jakarta atau SMAN 3 Bandung.
Hal ini bukannya untuk merendah. Lulus di SNMPTN adalah hadiah yang luar biasa di MAN 3 Malang. Tahun 2016 saja, hanya sekitar 40-an siswa. Mau tahu berapa yang lolos di UI? Tidak ada. PPKB pun tidak ada yang gol. SBMPTN dan SIMAK UI adalah ladang perjuangan. Bukan hanya saya, tapi juga teman-teman di FKUI yang lolos adalah melalui jalur ujian tulis.
Rekan-rekan pasti dapat menarik kesimpulan bahwa yang dibutuhkan untuk masuk ke FKUI adalah usaha dan kerja keras. Bukan sekedar masuk sekolah favorit. Dan ini juga harus menjadi motivasi bagi rekan-rekan di daerah agar terus memacu potensi diri. Cita-cita yang tinggi tidak akan bisa dicapai dengan jasad yang santai. Butuh pengorbanan dan tetesan keringat, bahkan terkadang hingga air mata.
Mengikuti bimbingan belajar adalah salah satu upaya meningkatkan kemampuan mengerjakan soal di SBMPTN. Namun, kunci utamanya adalah tekun dan selalu mengulang. Jangan pernah puas dengan pencapaian sesaat. Kenali lebih dalam dan lebih jauh. Bagi rekan-rekan yang beruntung mengikuti SNMPTN, jangan pernah menjadikan jalur ini segala-galanya. Peganglah konsep bahwa lolos melalui SNMPTN adalah hadiah besar Tuhan bagi kita. Sehingga rekan-rekan tetap mempersiapkan segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Tidak lolos SNMPTN, maka bersiaplah mengikuti SBMPTN. Di sini kuncinya adalah sabar dan tekun. Sabar agar kesedihan SNMPTN tidak menjadi beban dan penghambat cita-cita dan tekun agar semakin performa mengerjakan soal semakin baik. Bisa jadi, SBMPTN memang jalur yang direncakan Tuhan bagi rekan-rekan semuanya.
Selama menanti pengumuman, ada banyak jeda waktu luang di sana. Itulah masa menegangkan dan penuh kecemasan. Harapan memang ada, namun rasa khawatir tidak pernah sirna dari benak kepala. Saya tahu rasanya gagal di SNMPTN. Saat itu, saya memilih FK Universitas Brawijaya sebagai pilihan pertama dan satu-satunya. Rekan-rekan boleh percaya atau tidak. Hingga saat ini, saya belum pernah membuka sendiri (langsung) pengumuman SNMPTN. Justru teman-teman dan guru BK lah yang membukanya.
Sedih? Pastilah. Tapi  ada orang tua yang selalu memotivasi. Menjadi penguat bagi saya. Di sini saya tidak melebih-lebihkan kesedihan. Segera fokus pada tujuan. Saya lihat hasil try out di bimbingan belajar. Saya putuskan, destinasi berikutnya, FKUI. Justru, inilah masa yang lebih menegangkan. Saya seolah menantang maut. Terlalu nekat hingga membuat orang tua selalu khawatir.
Selama menunggu pengumuman SBMPTN, akan banyak godaan dan gangguan. Peganglah kata-kata berikut ini, “Lebih baik, Saya menunda kenikmatan-kenikmatan kecil”. Mohon direnungkan, “Lebih utama mana, nonton film di bioskop atau lolos SBMPTN di PTN ternama?” Tentu rekan-rekan dapat memilih dan menentukan.
Perlu diperhatikan, lebih baik masa-masa kosong tersebut diisi untuk belajar, ataupun berbuat kebaikan. Alankah indahnya, jika Tuhan melihat usaha keras kita tidak hanya di awal menuju tes SBMPTN. Namun, hingga sesudahnya. Terlihat berkelanjutan dan berkesinambungan. Terlihat serius dan benar-benar menginginkan. Percayalah, ada kekuatan lain yang tidak diketahui wujudnya. Kekuatan inilah yang mampu mengubah segalanya.
Hari pengumuman SBMPTN tiba, lagi-lagi bukan saya yang pertama membuka hasil ujian saya. Justru teman saya nun jauh disana. Ia seperti mengumpat –tapi saya paham maksudnya- seraya mengirimkan screenshot pengumuman. Puji Tuhan, saya dipertemukan dengan FKUI. Bila mengingatnya, ada rasa bangga, haru, dan sedikit air mata. Saya bergetar mengingatnya. Betapa do’a orang tua, guru-guru, dan teman-teman yang terus mengiringi perjalanan meniti tangga ini. Indah sekali.
Ada konsep yang dapat dipelajari, selalu melakukan yang terbaik dan bermimpilah setinggi-tingginya. Jangan takut bermimpi. Saya sangat mengharapakan perubahan positif pada visi hidup saya. Teruslah menjadi orang yang terbaik. Ingatlah selalu orang tua. Di sini lah keluarga terbentuk. Keluargalah tim pendukung terbaik. Semoga harapan besar keluarga, tanggung jawab moral, selalu saya pegang dan pertahankan. FKUI adalah rumah saya berikutnya.
Menjalani kehidupan akademik di FKUI memang bukan perkara mudah. Harus kembali berkorban. Boleh jadi, lebih banyak dan lebih besar dari sekedar tidak lolos SNMPTN. Tapi ada keluarga besar di dalamnya. Semuanya bisa saling mendukung. Besar keyakinan, inilah jalur baru mendaki tujuan, mencapai impian. Jangan sampai lengah, nanti terpleset. Lebih parah lagi, jangan sampai terjungkal. Pasti sakit, dan saya tidak mau merasakannya.

Sukses utama bukanlah sekadar sukses perkara pribadi. Itu mudah dan semua orang bias melakukannya. Namun, sukses bersama adalah sukses terindah di mana hanya angkatan kuatlah yang mampu mewujudkannya. Semangat, rekan-rekan semua!

Komentar

Posting Komentar