[Perjalanan Menuju FKUI] Amino Aytiwan Remedika


Perjalanan Menjadi Mahasiswa FK UI 2016

Nama saya Amino Aytiwan Remedika dan biasa dipanggil Ayti. Saya berasal dari ibu kota Indonesia dan sebelumnya bersekolah di SMA Negeri 39 Jakarta. Sudah sedari kecil saya ingin menjadi dokter, dan begitu saya menduduki bangku SMA, barulah saya tahu bagaimana proses untuk dapat mengalungi profesi yang saya impikan tersebut. Pada masa ini pulalah, saya mendengar nama universitas-universitas disebut. Saya mendengar betapa prestisnya Universitas Indonesia, yang sebenarnya tidak terlalu saya pedulikan pada saat saya baru menjadi siswi SMA.
Semakin saya bertambah wawasan, pengalaman, dan juga umur saat SMA, semakin terbukalah pikiran saya terhadap jurusan yang ingin saya ambil, dan jurusan itu tetaplah jurusan Pendidikan Dokter. Saya tahu banyak universitas yang memiliki jurusan ini, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, namun yang selalu terngiang di hati saya adalah Pendidikan Dokter milik Universitas Indonesia, umumnya dikenal dengan FK UI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).
FK UI merupakan fakultas yang terkenal di segala bidang. Saya melihat bahwa dengan hanya menyebut namanya saja dapat membuat orang lain melirik si penyebut dengan penasaran, baik orang yang penyebut kenal maupun orang asing. Mungkin berlebihan, namun itulah yang saya rasa. Mulai dari prestasi para mahasiswa, staf dan pengajarnya, sampai pada ikatan alumninya; semua terlihat berkualitas tinggi. Saya yakin, semua itu butuh proses yang panjang dan sulit hingga akhirnya bisa dikenal sebagai fakultas kedokteran terbaik negara hingga saat ini.
Mengetahui hal itu pula, awalnya saya merasa takut dan tidak percaya diri saya bisa hidup di lingkungan dengan tuntutan seperti itu. Namun entah apa yang merasuki saya saat ditanya ingin masuk jurusan apa, saya selalu menjawab FK UI. Mungkin berawal dari kepercayaan bahwa setiap kata yang keluar dari bibir kita adalah doa.
Pada tahun terakhir saya di SMA, saya sadar bahwa jika saya mengandalkan rapor SMA saya maka akan sulit untuk bisa mencapai FK manapun. Maka dimulailah perjuangan saya dalam mempelajari ulang pelajaran lalu dalam waktu kurang dari setahun agar saya dapat menghadapi ujian masuk perguruan tinggi. Saya mendaftar ke suatu bimbel yang terkenal akan sistemnya yang intensif dan mengusung nama yang sesuai dengan sifat tersebut. Saya selalu berusaha untuk terus mengikuti dan menjalani sistem bimbel saya dengan baik. Setiap pulang dari bimbel, saya berusaha untuk mengulang apa yang baru saja saya pelajari agar tidak cepat hilang dari memori.
Tidak hanya sampai situ, saya juga dibimbing oleh guru privat yang kontaknya saya dapatkan secara tidak sengaja, yaitu dari alumnus FK UI sendiri. Saya sangat bersyukur untuk bisa diajar oleh guru privat yang menguasai empat mata pelajaran saintek sekaligus dan juga mendapat bimbingan tes kemampuan potensi akademik dari beliau. Ketika saya merasa kurang mengerti bab tertentu, saya tidak sungkan untuk menghubungi beliau. Akhirnya terpatri pula pada hati saya untuk tidak merasa gengsi jika saya belum mengerti suatu bab. Jika ingin bertanya, bertanyalah. Jika ingin diulang, mintalah. Bahkan, saya sempat menginap di rumah guru privat saya—yang sudah saya anggap sebagai ibu sendiri—seminggu sebelum ujian yang akan saya hadapi. Saya hanya mengerjakan soal latihan dari beliau dan mempelajari trik-trik agar bisa mengerjakan soal lebih cepat. Tidak lupa pula, saya barengi dengan ibadah dan doa kepada Tuhan karena tanpa bersama Dia saya tidak akan bisa mencapai apapun.
Kilas balik sebelum saya super intensif latihan untuk ujian-ujian masuk perguruan tinggi, saya sempat mendaftar SNMPTN dan juga Talentscouting dengan fakultas kedokteran sebagai tujuan. Dengan mengunggah segala berkas yang dibutuhkan beberapa jam sebelum pendaftaran ditutup, saya mencoba peruntungan saya di kedua program tersebut. Saya sangat terkejut ketika suatu hari, mungkin sekitar dua atau tiga minggu setelah mendaftar Talentscouting, saya dihubungi oleh FK UI untuk melakukan tes tahap selanjutnya, yaitu MMI dan MMPI, dua hal yang sangat asing bagi saya. Saya akhirnya hanya mempersiapkan mental dan mendoakan jalan terbaik untuk saya, dan Tuhan ternyata ingin melihat saya berjuang di jalur tertulis.
Saya mendaftar ke semua jalur tertulis pada bulan Juni yang semuanya saya daftarkan untuk fakultas kedokteran. Walaupun sempat ada rasa pesimis yang membuat saya pada awalnya tidak ingin mendaftar SIMAK Internasional jurusan kedokteran, guru bimbel saya berhasil mencuci otak saya untuk mengikutinya saja. Kaget adalah hal yang saya rasakan ketika saya tiba-tiba dihubungi lagi oleh FK UI untuk tes tahap selanjutnya. Rasa syukur adalah hal yang saya panjatkan pada-Nya saat saya mendapatkan jalan untuk menjadi dokter melalui pilihan ketiga SBMPTN, dan tremor sesaat adalah hal yang saya alami keesokan harinya ketika pengumuman SIMAK Internasional menyatakan saya lulus seleksi untuk menjadi calon mahasiswa baru Fakultas Kedokteran KKI UI.
Jalan baru saya sudah terhampar di depan mata. Jalan yang benar-benar saya tidak pernah bayangkan sebelumnya. Jalan yang saya harap akan mengarahkan saya menuju profesi terpuji. Tentu, ada perasaan takut; takut mengecewakan diri dan orang-orang tersayang serta mereka yang mendukung saya. Takut tidak dapat memberikan yang terbaik bagi keluarga, negara, dan agama.
Namun, saya selalu mengingatkan kembali diri saya, bahwa jika saya takut, usahakanlah sesuatu agar yang ditakutkan tidak akan terjadi. Saya akan mengingatkan diri saya akan harapan-harapan dan mimpi-mimpi saya yang ingin saya capai. Mimpi untuk mengabdi pada mereka yang membutuhkan saya di negara dan dunia ini. Harapan untuk dapat menjadi individu yang lebih baik lagi dalam segala aspek dengan menempuh pendidikan di FK UI. Serta, mimpi untuk selalu dapat membuat keluarga dan orang-orang tersayang bangga.
Kata-kata yang saya pegang pun memiliki peran penting dalam perjuangan saya. Jika saya mulai tidak percaya diri dengan kemampuan saya, inilah yang terngiang di hati saya, kata-kata yang saya dapatkan dari teman saya,
Tidak mungkin Tuhan akan meninggalkanmu begitu saja setelah Tuhan membawamu sampai sini. Dan, tidak mungkin Tuhan membawamu sampai sini jika kamu tidak akan sanggup berada di sini.

Komentar

Posting Komentar