[Perjalanan Menuju FKUI] Awliya

Nama saya Awliya. Saya lahir pada tanggal 29 Juni 1998 di Rumah Sakit Bunda Jakarta. Kemudian saya melanjutkan pendidikan di SD Negeri Menteng 01 dan SMP Labschool Jakarta. Sejak SMP, saya merasa bahwa saya hidup di lingkungan yang selalu tercukupi. Contohnya, selalu disekolahkan di sekolah unggulan, hidup di lingkungan yang nyaman, diberi makan, dan tinggal di tempat yang baik. Akan tetapi pada suatu saat, saya membaca berita tentang tingkat kesehatan di Indonesia yang sangat rendah. Hal tersebut sangat menyentuh hati saya untuk menjadi dokter. Saya bisa kontribusi terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, saya memilih melanjutkan SMA di SMA Negeri 8 Jakarta dimana banyak alumni SMA tersebut yang diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia adalah universitas terbaik di Indonesia. Perjalanan memasuki perguruan tinggi negeri yang paling bergengsi ini tentu tidak mudah. Dari 170.000 lebih peserta yang mendaftar hanya sekitar 7.000 peserta yang diterima. Apalagi untuk masuk ke fakultas kedokteran yang passing grade-nya paling tinggi dibanding fakultas yanga lain. Pada awalnya, saya melihat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia terlalu tinggi untuk saya. Setelah beberapa tryout yang dilewati, saya merasa nilai-nilai saya belum mencukupi untuk masuk fakultas impian saya ini.  Akan tetapi, saya tetap mengingatkan pada diri saya karena menjadi dokter adalah impian saya dan saya memandang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai wadah terbaik untuk merealisasikan impian saya ini.
Perjuangan saya menjadi salah satu mahasiswa baru Universitas Indonesia di Fakultas Kedokteran sangat berat. Saya teringat ketika saya gagal di usaha-usaha saya melalui SNMPTN dan SBMPTN.  Setelah pengumuman SNMPTN, saya merasa perjuangan saya belajar selama 3 tahun di SMA sia-sia. Bahwa apa yang sudah saya pelajari selama ini menjadi tidak berguna. Kemudian saya dibangkitkan dengan teman-teman saya yang masih berjuang di ujian tulis. Merekalah yang menyadarkan saya bahwa jalur tidak hanya satu dan saya tidak sendirian. Selama satu bulan, saya belajar tiap hari untuk menghadapi SBMPTN. Segala buku soal dan tryout saya pelajari dari pagi hingga pagi lagi. Akan tetapi, hasil SBMPTN-pun mengecewakan. Saya bahkan merasa sangat tidak berguna, bahwa saya tidak bisa melakukan apa-apa. Dua hari yang memisahkan pengumuman SBMPTN dan SIMAK diisi dengan tangisan dan doa. Saat-saat itulah saya merasa bahwa saya tidak bisa melakukan apa-apa tanpa kehendak Tuhan dan saya hanyalah satu dari miliaran ciptaan Tuhan. Disitu saya tersadar bahwa kekuatan doa sangatlah besar. Maka, jika seseorang menginginkan sesuatu, berdoalah, karena sesungguhnya Tuhan tidak pernah menghianati hamba-Nya.
Saat pengumuman SIMAK dibuka, saya sungguh tidak menyangka. Saya langsung berterimakasih kepada kedua orang tua saya atas semua doa yang telah mereka panjatkan. Saya percaya bahwa kenyataan saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan 99% doa kedua orang tua saya.
Ketika saya berhasil menjadi salah satu mahasiswa baru Universitas Indonesia di jurusan Fakultas Kedokteran, saya sangat bangga. Karena perjuangan saya untuk masuk sangat sulit, saya bertekad untuk selalu melakukan yang terbaik. Saya berharap agar dapat berkontribusi untuk kemajuan almamater dan fakultas kedokteran ini sendiri. Saya juga berharap agar dapat membanggakan orang tua saya dengan menjadi dokter yang hebat suatu hari nanti. Untuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya berharap agar dapat mengeluarkan lulusan-lulusan terbaik di Indonesia bahkan di Dunia. Sehingga untuk 10 – 30 tahun mendatang, kita bisa membuat dunia menjadi lebih baik lagi.
“The most useful asset of a person is not a head full of knowledge, but a heart full of love, with ears open to listen, and hands willing to help.”

Komentar

Posting Komentar