[Perjalanan Menuju FKUI] Farah Inayati.


Perjalanan Menjadi Mahasiswa FKUI 2016

Perkenalkan, nama saya Farah Inayati. Saya lahir di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1998. Saya berasal dari SMA Al-Azhar 1 Jakarta.
Saya adalah salah satu mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2016. Bisa menjadi bagian dari FKUI merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya. Dulu, saya tidak pernah menyangka bahwa saya bisa diterima di Fakultas Kedokteran di kampus perjuangan ini.
Sejak kecil, saya sudah ingin menjadi dokter. Menurut saya, dokter adalah seseorang yang berprofesi mulia. Bisa menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan kita, pasti rasanya menyenangkan. Saya ingin menjadi seseorang yang berkontribusi di bidang kesehatan. Karena itu saya ingin sekali menjadi dokter. Ketika saya masuk SMA, keinginan itu semakin bertambah sehingga saya memutuskan untuk mendaftar di fakultas kedokteran ketika penerimaan mahasiswa baru berlangsung.
Menurut saya, FKUI merupakan sekolah impian. Sebuah sekolah yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Tidak mudah untuk memasukinya. Tapi saya selalu mengingatkan diri saya sendiri bahwa tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Yang terpenting adalah saya harus berusaha.
Meski begitu, saya kerap merasa tidak percaya diri dan tidak mampu untuk masuk FKUI. Akan tetapi, orangtua saya selalu mendukung dan menyemangati saya serta selalu berdoa agar saya bisa diterima. Selain karena dorongan hati, support orangtua saya sangat membantu saya dalam menjalani hari-hari terakhir SMA yang menegangkan.
Di kelas 12, saya mandaftar untuk masuk FKUI dari jalur SNMPTN. Saat itu, saya sangat ragu untuk memilih  FKUI karena saya merasa nilai saya kurang mencukupi. Tetapi saya berusaha optimis dan tetap memilihnya. Pada tanggal 9 Mei, saya membuka pengumuman dengan jantung berdebar. Ternyata, saat itu saya tidak diterima. Mengetahui kabar buruk tersebut, tentunya ada rasa sedih di hati saya. Saya tidak diterima di kampus idaman melalui jalur yang saya harapkan.
Tak lama setelah itu, saya memutuskan untuk bangkit. Saya tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Saya bertekad akan berusaha sebaik mungkin. Saya belajar lebih giat dan berdoa lebih banyak. Setiap hari, saya mengikuti kelas intensif di bimbel dan ikut belajar tambahan di sekolah.
Pada tanggal 31 Mei, saya mengikuti SBMPTN, dimana saya memilih FKUI di pilhan pertama dan dua FK lainnya di pilihan kedua dan ketiga. Saat itu saya tidak terlalu puas dengan jumlah soal yang saya kerjakan, apalagi Matematika yang tidak terlalu saya kuasai, hanya saya isi sedikit. Lima hari kemudian yaitu tanggal 5 Juni saya mengikuti SIMAK UI, dimana saya hanya memilih satu pilihan yaitu FK. Sama seperti sebelumnya, saya tidak terlalu puas dengan soal-soal yang berhasil  saya isi.
Selama sekitar sebulan antara ujian dan pengumuman, ada saat-saat saya meragukan diri saya sendiri. Saya takut gagal, takut jika saat saya membuka pengumuman, yang tertulis adalah permohonan maaf karena saya tidak diterima. Tapi saya berusaha menghibur diri sendiri dengan banyak berdoa dan menenangkan hati. Yang ada di pikiran saya waktu itu hanya satu, yaitu saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan tidak ada lagi yang bisa saya lakukan selain berdoa kepada Tuhan. Saya tahu bahwa diterima di FKUI itu sulit dan persaingannya ketat, namun saya yakin saya masih punya peluang untuk diterima di sana.
Tanggal 28 Juni tiba. Saya menunggu countdown pengumuman SBMPTN di website dengan hati tidak tenang.. Tidak mau muluk-muluk, saya  hanya bisa berdoa semoga saya diterima di salah satu FK di universitas yang saya pilih. Ketika waktu pengumuman tiba, saya segera membukanya. Saya sangat lega ketika melihat bahwa saya diterima di pilihan ketiga saya, Fakultas kedokteran di sebuah PTN di Jawa Tengah. Saya tidak diterima di UI, tapi saya sudah merasa sangat senang karena saya beruntung berhasil lulus di SBMPTN. Meski begitu, saya merasakan dilema. Setengah hati saya merasa sangat lega dan senang karena diterima, sementara setengah lagi masih berharap ada keajaiban diterima di FKUI, kampus yang benar-benar saya inginkan.
Keesokan harinya, saya mendapat informasi bahwa pengumuman SIMAK UI dipercepat menjadi tanggal 30 Juni. Saya kembali merasa gelisah karena SIMAK UI adalah jalan terakhir bagi saya untuk masuk ke FKUI di tahun 2016 ini. Saya banyak berdoa dan minta didoakan oleh kedua orangtua saya. Saat itu saya sudah merasa pasrah.
Tibalah saatnya pengumuman SIMAK UI. Menjelang pengumuman saya sudah siap di depan laptop dan kakak saya sudah siap dengan HP-nya. Tepat pukul 14.00, saya memasukkan nomor ujian saya ke website. Ternyata tidak berhasil dibuka, mungkin saking banyaknya orang yang mengakses. Saat saya sedang mencoba lagi, tiba-tiba kakak saya tertawa dan berseru mengatakan bahwa saya diterima. Awalnya saya tidak percaya, saya kira dia hanya membohongi saya. Tapi dia menunjukkan HP-nya pada saya dan  saya pun melihatnya. Saya diterima di FKUI, suatu hal yang sebelumnya saya kira hanya mimpi yang tidak bisa jadi kenyataan. Doa ibu saya yang ingin putrinya kuliah di UI dikabulkan. Kakak saya segera menelepon orangtua saya dan mengabari mereka. Mendengar kabar tersebut, orangtua saya sangat senang dan lega. Saya merasa sangat gembira hingga saya menangis. Saya pun segera melakukan sujud syukur.
Diterima di FKUI menyadarkan saya akan sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin, tidak ada mimpi yang tidak bisa diraih bila kita mau berusaha keras dan tentunya berdoa. Seperti yang sudah sering sekali dikatakan oleh guru-guru saya: usaha tidak akan mengkhianati hasil, hasil tidak akan mengkhianati usaha.
Kini saya telah menjadi mahasiswa baru di FKUI dan sedang menjalani rangkaian kegiatan mahasiswa baru. Memang berbeda dengan masa SMA, saya pun masih harus beradaptasi, namun saya sangat mensyukurinya. Perjalanan angkatan 2016 menjadi dokter akan segera dimulai. Saya berharap ke depannya kita bisa menjalankan semua dengan baik, supaya bisa menjadi dokter-dokter yang baik nantinya dan dapat menjadi kebanggaan bagi keluarga, almamater, bangsa, dan negara. Saya ingin bisa menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan saya, terutama keluarga saya yang telah mendukung saya selama ini. Semoga FKUI semakin berjaya, semakin banyak menghasilkan dokter-dokter yang berkualitas.
“If there’s one thing all of this has taught me, it’s that we’re all capable of much more than we give ourselves credit for.” -Eva Rice

Komentar

Posting Komentar