[Perjalanan Menuju FKUI] Indy Larasati Wardhana

Halo! Perkenalkan nama saya Indy Larasati Wardhana, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2016. Saya berasal dari SMAI Al-Azhar 1 Kebayoran, Jakarta. Umur saya 18 tahun 6 bulan dan inilah sedikit perjalanan saya yang penuh lika liku demi mengejar cita-cita saya, bukan hanya untuk menjadi dokter, tetapi menjadi dokter lulusan salah satu universitas terbaik di negeri kita ini, Universitas Indonesia.
Menurut saya menjadi salah satu mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan suatu kebanggaan tersendiri, orang tua dan sekolah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masuk ke jurusan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Pandangan saya mengenai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah bahwa pasti akan sulit untuk bertahan di dalamnya, karena untuk masuk ke dalamnya saja sudah setengah mati, apalagi untuk dapat keluar dan menyandang gelar S.ked dari universitas ini. Tapi itu adalah cerita nanti, bagian hidup yang memang harus saya jalani dan pertanggungjawabkan kelak.
Memasuki usia saya yang ke 13 tahun, saya sudah bertekad bulat bahwa saya akan menjadi dokter. Oleh karena itu saya sangat mendalami ilmu biologi dan rajin mengikuti berbagai olimpiade sains di tingkat SMP. Masuklah saya ke SMAI Al-Azhar 1, salah satu SMA swasta favorit di Jakarta Selatan. Disitu saya mati-matian belajar agar mendapat SNMPTN atau yang lebih dikenal sebagai undangan selama 3 tahun.  Ranking saya cukup baik dan nilai saya selalu meningkat setiap semester. Namun melihat rekor sekolah saya, sudah 3 tahun tidak ada alumni yang masuk FK UI melalui jalur apapun, saya merasa pesimis. Guru dan orang tua saya pun mencoba realistis. Akhirnya saya diarahkan untuk memilih FK Unpad saja. Saya pun menurut.
Detik detik terakhir semester 6, muncul berita bahwa FK Unpad membebaskan biaya para mahasiswanya dengan syarat mereka harus mengikuti ikatan dinas sebelum mengambil spesialis. Berat bagi saya, apalagi saya perempuan dan harus berkeluarga apabila harus menempuh jenjang pendidikan selama itu. Mungkin itu hanya pendapat saya, tapi akhirnya saya pun mendaftarkan diri saya ke FK Undip di SNMPTN.
Mungkin memang hati saya yang masih ingin mencoba FK UI, tanggal 9 mei 2016 teman-teman saya berdoa di masjid dan melaksanakan berbagai ibadah, saya hanya duduk sambil memandang layar HP saya. Saya berfikir, apakah saya benar-benar mau pindah ke Semarang? Jauh dari orang tua saya? Saya memang anak yang manja hehe, pikir saya. Disaat saya melamun saya mulai mendengar teriakan dan tangisan teman saya yang diterima melalui SNMPTN. Saya pun akhirnya pasrah dan membuka profil saya, tidak diterima. Deg. Aneh mungkin, tapi saya lega. Disitulah saya mulai mati matian inten. Mulai pukul 7 pagi dan baru pulang pukul 10 malam. Setiap hari sampai H-3 SBMPTN saya masuk rumah sakit dan didiganosis usus buntu. Tentu saya menangis karena kerja keras saya sia-sia begitu saja. Akhirnya dokter bilang kalo saya bisa diberikan antibiotik sementara dan harus segera kembali kerumah sakit setelah selesai ujian.
Akhirnya tibalah hari yang mendebarkan ini, SBMPTN. Soalnya? Ya ampun saya belom pernah tuh liat soal TPA seperti itu. Tapi saya masih semangat saja, siapa tau kalo saya tidak bisa, yang lain juga tidak bisa hehe. Kemudian saya mengikuti mandiri Undip, keadaan badan saya sudah kurang baik ditambah ruang test yang kurang mendukung namun soalnya mantap kok, level ujian nasional. Lalu test SIMAK yang terkenal sulit. Malam itu saya sudah tidak mau belajar, tidak seperti sebelum SBM dan Undip. Saya pasrah dan tidur saja, usus buntu saya juga sudah semakin sakit, berdoa berdoa berdoa, itu yang saya lakukan. Pagi hari sebelum SIMAK, perut saya sakit luar biasa. Saya tidak berani bercerita ke ortu, kami pun berangkat. Soal SIMAK memang sulit tapi saya kerjakan dengan agak memaksakan diri. Dengan keadaan kaki kanan saya sudah tidak bisa ditekuk saya mengerjakan soal-soal itu. Alhasil, pulang SIMAK saya dilarikan ke RS dan malamnya saya operasi.
Sebulan saya menunggu, yang saya lakukan adalah solat tahajud, dhuha, dan nazar. Tibalah saat pengumuman, masih didalam mukena saya, saya buka website SBMPTN. Singkat cerita, saya tidak diterima. Disitulah saya guling-gulingan menangis. Hancur sudah dunia saya. Saat itu adalah saat terburuk buat saya, mendengar teman-teman saya mendapat PTN yang mereka inginkan. Bangga dan sedih bercampur aduk. Sampai akhirnya datang pengumuman SIMAK. Saya tidak mau membukanya. Sedikit lebay mungkin, tapi saya trauma. Akhirnya ayah dan sahabat saya yang berjanji membukakan. Saya sudah amat pesimis, saya hanya tiduran dikamar dan ibu saya menyiapkan tissue buat saya menangis kalau tidak diterima, lagi. Sampai ayah saya tiba tiba berteriak
“Allahu Akbar”, jerit Ayah saya.
“Ada apa pah? Jangan bercanda!”, ujar Ibu saya.
“Ini Kedokteran atau Kedokteran gigi ya?”, kata Ayah saya. Saya pun mulai penasaran dan membuka HP saya. Disitu sahabat saya sudah mengirimkan berjuta juta whatsapp. Ternyata saya diterima di FKUI. Langsung saya lemas, orang tua saya memeluk saya dan saya pun melaksanakan sujud syukur.
Sedikit tips dari saya adalah, kuasai semua soal dan mata pelajaran terutama biology dan kimia. Tidak boleh ada bab yang kalian tidak bisa. Dan yang paling penting teruslah berdoa didalam sujudmu, mintalah doa orang tua karena saya sangat percaya atas doa orang tua dan juga doa anak yatim piatu. Insha Allah.
Harapan saya terhadap diri saya sendiri adalah nantinya saya dapat menjadi dokter yang baik, menjadi menteri kesehatan mungkin, who knows? Dan menjadi dokter yang dapat mengabdikan jiwa dan raga terhadap Indonesia. Saya juga berharap saya dapat membanggakan kedua orang tua saya, mama yang bangun setiap hari untuk memasakkan bekal saya dari TK hingga mengantar saya di hari saya ujian sampai ke depan pintu ruang ujian saya, dan papa yang selalu percaya terhadap kemampuan diri saya sendiri. Dan semoga FKUI terus dapat mengukir prestasi di bidang kesehatan di Indonesia dan konsisten menghasilkan dokter-dokter yang berkompeten dan memiliki empati yang tinggi, sukses terus ya FKUI 2016!
Terakhir saya ingin mengingatkan bahwa yakinlah bahwa Tuhan sudah mengukir ceritamu seindah mungkin, jangan menyerah dan usaha serta doa tidak akan mengkhianati hasil. Begitulah cerita asam pahit saya yang berakhir manis, tentu perjuangan menjadi dokter belum selesai, doakan saya ya!

Komentar

  1. mantap indy abis keterima langsung chat gue

    BalasHapus
  2. Gila anak simak, mantap mantap :)

    BalasHapus
  3. waah kita sama, gue juga ada gejala usus buntu pas deket2 sbm in :"""

    BalasHapus
  4. Congratss ya indy, jgn lupa keep humble :)

    BalasHapus
  5. Emang udah rezeki lu Dy masuk FKUI. semoga sukses di FK!

    BalasHapus
  6. mantep deh klo jalur jalur tulis

    BalasHapus

Posting Komentar