[Perjalanan Menuju FKUI] Josua Kristiano Hilmanto

Universitas Indonesia, ya, universitas yang memasangkan nama negara ini ke dalam

namanya ini adalah tempatku menuntut ilmu saat ini. Nama negara yang terdapat pada nama

universitas ini bukanlah hanya pajangan, melainkan sesuai dengan kualitas yang sebenarnya,

yaitu universitas yang memegang posisi terbaik di seluruh negeri ini, terutama fakultas

kedokterannya. Bagaimana aku yang hanya murid biasa ini bisa masuk ke dalam fakultas

kedokteran dari universitas terbaik se-Indonesia tentu menimbulkan pertanyaan dari berbagai

pihak. Dalam tulisan ini akan kujelaskan sedikit tentang bagaimana kisahku yang murid biasa ini

bisa masuk ke fakultas kedokteran di universitas terbaik se-Indonesia.

Namaku adalah Josua Kristiano Hilmanto. Keluarga dan teman-temanku memanggilku

dengan nama depanku. Aku lahir di Kediri pada tahun 1998 Masehi. Aku mulai mengemban

tugas dan kewajiban sebagai pelajar di SD Kristen Petra Kediri. Setelah bersekolah enam tahun

di sekolah dasar, aku melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Kediri. Setelah bersekolah tiga tahun di

sekolah menengah pertama, aku melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Kediri. Pada awal masuk

SMA, aku belum memikirkan apa yang akan kulakukan setelah lulus nantinya. Tentunya, aku

sudah memutuskan untuk kuliah, namun belum berpikir kemana aku akan kuliah. Di kelas tiga,

banyak dari temanku yang sudah memiliki angan-angan tempat mereka kuliah. Saat itu, aku

memiliki dua tempat yang kuinginkan, fakultas kedokteran universitas indonesia dan universitas

*******ga. Akan tetapi karena besarnya jarak antara kota tempat tinggalku dengan kota tempat UI

berdiri, aku mengurungkan keinginanku untuk mendaftar di UI. Selama tahun ketiga di SMA, ada

banyak universitas-universitas yang mengadakan try out ujian masuk universitas, salah satunya

try out SIMAK UI. Aku mengikuti semua try out termasuk try out SIMAK UI dan merasa tidak ada

sesuatu yang dapat menjadi masalah besar bagiku. Aku pun merasa optimis bisa lulus SBMPTN

dengan kemampuanku saat itu. Singkat cerita, setelah ujian nasional aku tidak belajar lagi dan

menikmati waktu liburanku, namun tidak lupa untuk mendaftar dan melunasi biaya pendaftaran

SBMPTN. Sikap optimis yang kumiliki saat itu sangat tinggi sehingga aku tidak mendaftar di jalur

mandiri universitas manapun, termasuk UI. Pengumuman SNMPTN yang menyatakan bahwa

aku tidak lolos pun tidak menjadi sesuatu yang berefek negatif kepadaku saat itu, kecuali satu

hal, yaitu aku tidak bisa lagi menikmati waktu liburku tanpa belajar. Menjelang berakhirnya masa

pendaftaran SIMAK UI, aku memutuskan untuk mendaftarkan diri, tentunya sebagai cadangan

apabila pada SBMPTN aku tidak diterima. Aku pun mengunduh dan mencetak segala jenis soal

yang berkaitan dengan SBMPTN dan SIMAK UI pada tahun-tahun sebelumnya untuk kugunakan

sebagai latihan soal. Pada saat pelaksanaan SBMPTN, aku masih tetap optimis bahwa aku

dapat lolos. Setelah menyelesaikan soal-soal SBMPTN, aku yakin dengan soal-soal yang

kujawab aku bisa lolos dan diterima di pilihan minimal kedua. Saat pelaksanaan SIMAK UI yang

tidak lama setelahnya, aku merasa pesimis karena aku tidak bisa mengerjakan beberapa soal

yang seharusnya bisa kukerjakan. Singkat cerita, pengumuman SBMPTN tinggal beberapa detik.

Aku bersama keluargaku membuka komputer untuk melihat hasilnya. Ketika terbuka, hasilnya

sangat mengejutkan, aku tidak diterima bahkan di pilihan terakhir sekalipun. Saat itu perasaan

sedih dan takut menguasai kami. Beberapa menit kemudian aku mulai mencari-cari jalur masuk

dari berbagai universitas dan mencatatnya. Keesokannya, ketika aku membuka gawaiku, aku

melihat ada kalimat di “twitter” yang mengatakan bahwa pengumuman SIMAK UI akan

dimajukan. Beberapa detik menjelang pengumuman SIMAK UI, aku merasa takut namun aku

tidak lupa untuk kembali mengucapkan doa kepada Tuhan Yesus. Tidak kusangka, aku diterima

di universitas nomor satu di Indonesia. Aku merasa senang dan beban yang ada di benakku

menghilang seketika. Ayahku yang kebetulan sepikir denganku untuk membuka pengumuman

secara diam-diam langsung memanggil anggota keluargaku yang lain dan kami mengucap

syukur bersama-sama. Dengan diterimanya aku di universitas nomor satu se-Indonesia, aku

berharap agar setelah lulus nanti, aku bisa ikut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan

kami sekeluarga. Tidak lupa aku berdoa agar FK UI bisa menjadi tempat yang lebih baik dan

tentunya nyaman bagi seluruh mahasiswanya.

Pelajaran yang bisa kupetik dari kisah singkat ini adalah untuk senantiasa berusaha dan

berdoa, karena aku yakin bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha dan Tuhan pasti

menyediakan jalan yang terbaik bagi anak-Nya. Ini kisahku, bagaimana kisahmu?

Komentar