
Melanjutkan studi ke jenjang universitas setelah lulus dari SMA dapat dikatakan menjadi
suatu kebutuhan tersendiri bagi para pelajar saat ini. Selain untuk memenuhi tuntutan zaman
yang mengharuskan kita untuk terus up to date dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang
ada, universitas juga dapat menjadi wadah bagi para pelajar untuk semakin mendewasakan diri
dan siap menghadapi tantangan di dunia kerja. Begitu pula dengan saya. Kenalkan, saya Iif
Pramesti Cahyani, mahasiswi baru di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2016.
Saya berasal dari SMAN 1 Kendari, Sulawesi Tenggara. Dan saya adalah anak daerah yang
beruntung masuk FKUI.
Mengapa saya memilih FKUI diantara sekian banyak fakultas dan universitas yang juga tak
kalah bagusnya dengan FKUI? Cukup sering orang-orang menanyakan hal tersebut. Dan cukup
sering juga saya akan manarik napas, kemudian berusaha mengingat-ngingat kembali alasan
utama saya memilih berkuliah di FKUI. Sejak kecil, saya merupakan tipe anak yang memiliki
beragam cita-cita. Dan saat menginjak bangku SMA, entah kenapa cita-cita untuk menjadi
seorang dokter mulai semakin mengakar di benak saya. Apalagi setelah membaca buku-buku
yang saya rasa membentuk perspektif saya perihal profesi dari dokter itu sendiri. Saya akui,
sangat klise memang apabila mengatakan bahwa alasan saya memilih kedokteran karena saya
percaya bahwa dokter adalah profesi mulia yang dipercaya Tuhan untuk membantu orang-orang
yang membutuhkan, bahkan musuh sekalipun. Namun, begitulah adanya. Saya ingin menjadi
sosok seperti Muhamad bin Zakariya al-Razi, menjadi seorang dokter muslim yang bermanfaat
bagi ummat. Dan itu menjadi alasan utama yang membuat saya ingin menjadi seorang dokter.
Saya ingin memanfaatkan ilmu pengetahuan yang saya miliki dan menggunakannya untuk
membantu orang lain. Lantas, mengapa UI? Sejak dulu, FKUI telah menghasilkan banyak alumni
hebat yang telah berkontribusi nyata di masyarakat. FKUI memiliki lingkungan yang saya
percaya dapat membentuk saya menjadi sosok dokter dengan pribadi yang penuh empati dan
memiliki pengetahuan serta keinginan belajar tanpa batas. Hal inilah -diantara sekian hal
lainnya- yang mendasari saya memilih berkuliah di FKUI.
Perjalanan yang saya tempuh agar dapat berhasil diterima sebagai mahasiswi FKUI cukup
panjang dan mungkin agak sedikit drama. Layaknya pelajar yang lain, awal-awal memutuskan
ingin memilih jurusan apa terkadang menimbulkan rasa bimbang. Karena saya tahu bahwa
jurusan apapun yang saya pilih nantinya, akan menjadi jalan hidup saya dan saya harus
menerima konsekuensi dari pilihan saya itu. Namun, setelah berdiskusi dengan guru BK, curhat
dengan kawan dekat saya, mendapat masukan dari orangtua, dan tentunya memohon petunjuk
kepada Allah SWT, saya menjadi semakin yakin bahwa saya ingin menjadi seorang dokter.
Mama dan Papa saya sendiri termasuk tipe orangtua yang membebaskan anaknya memilih karir
apapun yang diinginkan. Mereka selalu mendukung apapun keputusan saya. Dan itu membuat
saya sangat bersyukur memiliki mereka. Akhirnya, setelah memikirkan matang-matang, di hari
pendaftaran SNMPTN, dengan niat dan doa dari orangtua, saya akhirnya memilih FKUI sebagai
pilihan saya satu-satunya.
Setelah memilih pilihan di SNMPTN, saya tidak lantas berpangku tangan dan hanya
menunggu hasil. Saya tahu, bahwa SNMPTN itu ibarat sebuah undian berhadiah. Saya tidak
tahu dengan pasti siapa yang akan berhasil lulus. Bahkan, saya hanyalah satu dari sekian ratus
ribu kemungkinan lainnya. Oleh sebab itu, saya bersama kawan-kawan saya pun semakin
berusaha dengan belajar lebih giat lagi. Karena SNMPTN itu bukan akhir, masih ada SBMPTN
maupun ujian tulis mandiri yang menanti. Saya tetap mencoba optimis dengan hasil SNMPTN
nanti. Namun, saya juga tak mau menggantungkan harapan terlalu tinggi akan hasil yang
nantinya saya terima, sehingga membuat saya terpacu untuk terus berusaha. Akan tetapi,
kadang semangat kami suka naik turun sendiri saat belajar. Perasaan jenuh dan bosan dengan
materi pelajaran kadang-kadang menghampiri. Namun, saya sangat bersyukur dengan
kehadiran kawan-kawan saya. Saat salah satu diantara kami merasa bosan, maka yang lainnya
akan senantiasa menyemangati. Kalimat yang paling sering kami ucapkan seperti "Ingat! bukan
kamu aja yang capek", "Diluar sana banyak orang lain yang susah payah nahan ngantuknya
juga", "Kamu gak mau apa kalau kita semua sukses sama-sama? Ayo-ayo semangat!",
"Belajarnya yang ikhlas dongg hehe". Terlihat agak memaksa mungkin, namun sebenarnya kami
tidak sekaku itu. Kami masih sering bermain, menonton drama, bahkan menceritakan hal-hal
yang tidak jelas disela-sela kegiatan belajar kami. Saya dan kawan-kawan memang mengikuti
program bimbingan untuk SBMPTN, sekalian mengisi waktu kosong kami yang menunggu
pengumuman SNMPTN.
Selain belajar, menunggu pengumuman kelulusan membuat kami seketika menjadi
makhluk yang "religius". Selalu meminta maaf, setiap bertemu dengan siapapun pasti meminta
didoakan agar lulus di PTN yang kami inginkan, grup media sosial seperti Line ataupun BBM
penuh dengan kicauan seperti "Semoga kita lulus", "Semoga kita berhasil", "Semoga
dilancarkan", dan pada akhirnya diikuti tulisan "Aamiin" dari para anggota yang lain. Saat ada
yang menuliskan "Doakan saya ya kawan-kawan", maka kawan yang lain pun akan membalas
dengan jawaban "Doakan saya juga ya", dan kemudian diikuti dengan rentetan kata "aamiin"
lainnya (lagi). Selalu seperti itu. Ibarat sebuah siklus yang tak pernah berakhir.
Saya sangat ingat saat malam sebelum penguman SNMPTN. Grup line saya dipenuhi
dengan kiriman chat dari kawan-kawan yang bertuliskan "Semoga hijau". Awalnya agak bingung,
namun ternyata yang mereka maksud dengan hijau itu adalah background hasil pengumuman
SNMPTN nanti yang menandakan lulus. Saya hanya tertawa kecil melihat hal itu. Ada-ada saja
kelakuan kami. Di hari H pengumuman SNMPTN, jujur saya sangat gugup. Tepat pukul dua
siang, saya pun dengan sigap membuka website yang telah disediakan untuk melihat hasil
SNMPTN. Penasaran? iya. Berharap lulus? Sangat!. Setelah mengisi NISN dan password, saya
pun mengklik tombol enter seraya mengucap bismillah. Sambil menunggu web yang sedang
loading untuk menampilkan hasilnya, saya pun menyempatkan diri melirik sekilas ke arah Mama.
Mama saya memang menemani saya untuk melihat hasil SNMPTN ini. Harap-harap cemas,
tampilan background pun muncul duluan sebelum tulisannya. Dan tak ada tanda-tanda warna
hijau yang tampil di layar laptop saya. "Waduh, ini gimana?", "Kok cuma ada warna biru sama
merah?", "Eh? Merah? Gak lulus?" begitulah kira-kira setumpuk pertanyaan yang berkecamuk di
pikiran saya. Sempat sedikit menggerutu karena lambatnya koneksi internet, saya pun kembali
menoleh ke arah Mama. Mama saya hanya tersenyum. Saya yakin mama tahu apa yang saya
pikirkan. Ada warna merah di layar laptop saya, namun tulisan yang tertera di background itu
belum juga mau tertera akibat lambatnya koneksi internet yang ada. Saat itu saya hanya bisa
berpasrah pada Allah, mencoba menarik napas dalam-dalam dan menutup mata saya sejenak,
saya mecoba meyakinkan diri, apapun hasilnya nanti maka itulah yang terbaik. Dan secara tiba-
tiba, Mama saya dengan suara yang agak keras langsung mengucap syukur pada Allah. Saya
agak heran, dan dengan cepat mengarahkan pandangan ke layar laptop saya. Dan dilayar itu,
dengan background biru terpampang tulisan "Selamat Anda Dinyatakan Lulus Sebagai
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Indonesia". Terdiam beberapa saat,
saya pun kemudian kembali memastikan baik-baik apakah tulisan yang saya baca tadi bukan
ilusi. Baca sekali, dua kali, tiga kali, dan saya ulang kembali, akhirnya saya tersadar dan juga
langsung ikut mengucap rasa syukur seperti yang dilakukan Mama tadi. Alhamdulillah, saya
berhasil lulus di FKUI melalui jalur SNMPTN. Tak dapat dipungkiri, siapa sih yang tidak bahagia
jika diterima di PTN yang dia inginkan? Namun, tunggu dulu. Lantas background warna merah
tadi berisi apa? dengan cepat saya kembali mengarahkan pandangan ke layar laptop. Dan
ternyata oh ternyata, kolom merah itu ternyata berisi pemberitahuan agar para pelajar yang
dinyatakan lulus untuk segera melakukan pendaftaran ulang ke PTN nya masing-masing. "Hufth,
tak kirain itu pemberitahuan gak lulus" gerutuku. Namun, diluar itu semua, perasaan deg-degan
menjelang pengumuman akan menjadi pengalaman yang terus saya ingat.
Oleh karena itu, kini, setelah saya diterima sebagai mahasiswi baru di FKUI 2016, saya
tahu bahwa ada tanggung jawab luar biasa yang harus saya emban nantinya. Jangan berpuas
diri dan selalu berusaha serta bersyukur atas apa yang saya terima, menjadi pesan orang tua
yang akan selalu saya ingat. Saya akan berusaha melaksanakan tugas sebaik mungkin sebagai
mahasiswi FKUI, agar nantinya saya dapat menjadi seorang dokter yang selalu siap menolong
orang-orang yang membutuhkan, dapat menjadi anak yang membanggakan kedua orangtuanya,
serta memberikan kontribusi kepada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ke depannya,
agar FKUI dapat terus menghasilkan dokter-dokter terbaik yang berguna bagi bangsa. Karena
bagi saya, dalam hidup ini setiap manusia harus bisa bermanfaat bagi manusia yang lain.
Goodluck yaaa semoga bisa menjadi seorang dokter yang selalu siap menolong
BalasHapusorang-orang yang membutuhkan!!
Ceritanya menegangkan!
BalasHapusinspiratif!! sukses iif
BalasHapusWaaahh susaah juga ya jadi anak FK. nice!!
BalasHapusKereenn! Lanjutkaan perjuangaan!
BalasHapusWOW sekalii
BalasHapus