[Perjalanan Menuju FKUI] Megan Quinka Dwidara Toding



Nama lengkap saya Megan Quinka Dwidara Toding, biasa dipanggil Megan. Asal sekolah saya SMAN 3 Bandung lulusan tahun 2016. Saya lahir di Medan tanggal 1 Agustus 1998. Saya anak kedua dari tiga bersaudara dan satu-satunya perempuan.


Mengikuti tugas ayah yang berpindah-pindah,  masa kecil saya dilalui di berbagai daerah. Bahkan jenjang Sekolah Dasar (SD) saya lalui di tiga kota, yakni di Medan waktu kelas I, di Balikpapan waktu kelas II sampai kelas  IV, dan kelas V dan VI di Samarinda. Jenjang SMP saya lalui di kota Cirebon, Jawa Barat. Sementara jenjang SMA di Bandung. Keberadaan saya di Universitas Indonesia  di Depok saat ini, agaknya  melengkapi perjalanan sejarah studi saya yang dilalui di berbagai kota untuk setiap tingkatannya.


Memasuki gerbang Universitas Indonesia (UI) bukanlah perkara gampang. Perjalanan panjang dan melelahkan telah dilalui semata-mata agar dapat diterima di UI, khususnya Fakultas Kedokteran yang dikenal cukup sulit dan perlu usaha yang keras untuk meraihnya.  Intinya, belajar yang tekun dan tak kenal menyerah disertai doa yang tak henti, adalah kunci untuk bisa meraih apa yang dicita-citakan.


Meski saat kelas X dan XI cita-cita saya sempat berubah-ubah, namun pilihan saya selalu terpaku pada jurusan teknik. Sedangkan keinginan untuk masuk fakultas kedokteran  baru muncul  ketika saya memasuki kelas XII. Ada banyak alasan kenapa saya mengubah haluan dari mimpi masuk ke fakultas teknik menjadi  fakultas kedokteran. Namun yang pasti, fakultas kedokteran adalah pilihan yang menurut saya paling cocok untuk masa depan saya kelak.


Meski sejak kelas X saya sudah berjuang agak nilai raport dapat mencukupi untuk masuk jalur undangan (SNMPTN), tapi masuk  FKUI  lewat jalur undangan tidak terlalu banyak berharap. Pasalnya, dari kabar yang saya dengar, FKUI adalah jurusan yang paling sulit ditembus melalui jalur undangan atau SNMPTN. Apalagi secara historis, yang berhasil masuk FKUI lewat jalur undangan sangat jarang di kota saya. Selain itu, menurut informasi, salah satu tolak ukur yang dijadikan penilaian dalam penerimaan mahasiswa baru lewat jalur SNMPTN bukan sekedar nilai raport, melainkan juga prestasi akademik kakak angkatan serta berapa banyak yang berhasil masuk SNMPTN di tahun-tahun sebelumnya.


Walaupun  saya tau kesempatan saya kecil, ketika  pengumuman SNMPTN dibuka dan  nama saya dinyatakan gagal, saya sempat merasa sedih. Akan tetapi hal itu tidak berangsung lama. Apalagi saya sudah memprediksi, jalur undangan FKUI bukanlah jalur yang mudah ditembus. Bahkan guru-guru saya banyak yang mengingatkan bahwa jalur undangan FKUI jangan terlalu jadi andalan. Oleh karena itu, saya terus  giat belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi tes SBMPTN dan SIMAK UI.


Akan tetapi, kerja keras dan usaha yang tak kenal lelah bukan berarti segalanya akan mudah dicapai. Penantian panjang dan melelahkan setelah tes SBMPTN, sempat membuat saya patah semangat. Sebab ketika pengumuman SBMPTN dibuka nama saya lagi-lagi dinyatakan gagal. Saya benar-benar sedih dan malu. Banyak teman-teman dan guru  tidak percaya kalau saya tidak lulus SBMPTN. Meski saya menyadari tes SBMPTN kemarin cukup sulit, akan tetapi saya merasa banyak soal yang bisa saya kerjakan. Apalagi yang merasakan sulit juga bukan hanya saya. Teman-teman saya yang lolos SBMPTN juga mengatakan hal yang sama.


Ketika pengumuman SBMPTN dibuka, saat itu saya tengah dirawat di rumah sakit karena terkena demam berdarah. Di atas ranjang rumah sakit saya membuka laptop dan hanya mendapati tulisan “jangan putus asa dan tetap semangat”. Itulah saat-saat saya merasa sangat terpukul dan kecewa. Perjuangan saya  selama ini rasanya sia-sia belaka. Kekecewaan saya bertambah  ketika saya mendapat kabar teman-teman yang lain pada keterima di pilihan pertama. Sedangkan saya, jangankan pilihan pertama, pilihan kedua dan ketiga saja tidak tembus.


Apa yang salah dengan tes SBMPTN saya? Apa yang salah dengan cara saya belajar? Mengapa nilai SBMPTN saya begitu anjlok sehingga tak satupun perguruan tinggi yang mau menerima saya sebagai mahasiswa? Deretan pertanyaan itulah yang terus menghantui saya. Saya sempat tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Sebab  apa yg sudah saya lakukan rasanya sudah lebih dari cukup untuk bisa tembus SBMPTN.


Itulah sebabnya ketika pengumuman SIMAK dibuka saya tidak berani membuka web pengumuman. Saya takut saya kembali dinyatakan gagal seperti yang saya dapatkan sebelum-sebelumnya. Apalagi saya teringat teguran ibu saya ketika beliau tahu saya hanya mengisi satu pilihan di formulir SIMAK UI, yaitu hanya memilih Fakultas Kedokteran, dan mengabaikan peluang yang diberikan UI untuk memilih enam jurusan. Saya pun merasa menyesal atas kekonyolan dan sikap over confidence tersebut.


Meski kedua orangtua saya juga merasa khawatir, akan tetapi mereka cukup optimis bahwa saya memiliki kemampuan. Oleh karena itu, dengan penuh keyakinan,  ayah saya  di kantor membuka pengumuman tes SIMAK. Dan syukurlah….yang tertulis adalah kalimat “Selamat Anda Diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia”.  Hal  itu benar-benar menjadi anugrah yang tiada tara. Akhirnya saya menjadi mahasiswa UI.


Sebenarnya, pada hari itu saya baru keluar dari rumah sakit dan badan masih terasa lemas. Tapi setelah mendapat telepon dari ayah bahwa saya diterima, saya langsung merasa sehat dan bugar. Setelah berpelukan dengan ibu, saya pun langsung membuka laptop untuk meyakinkan apa yang dikatakan ayah saya. Dan benar, saya diterima di FKUI lewat jalur SIMAK.


Saya senang  karena akhirnya perjuangan saya selama ini membuahkan hasil. Dan tak disangka, begitu banyak teman-teman dan guru-guru yang juga berharap dan berdo’a akan kelulusan saya. Merekapun turut  merasakan kegembiraan saya. Telepon dan ucapan selamat melalui media sosial terus berdatangan. Saya pun merasa sangat bahagia dan terharu karena ternyata begitu banyak teman dan guru yang menaruh perhatian dan berdo’a secara khusus buat saya. Bahkan salah satu sahabat saya bercerita, dia berdo’a sambil  menangis memohon pada Tuhan agar saya lulus lewat jalur SIMAK dan tidak mengalami kegagalan lagi seperti di jalur SNMPTN dan SBMPTN. Inilah kegembiraan yang  tak hanya milik saya pribadi, tapi juga kegembiraan bagi ayah dan ibu, juga guru-guru dan semua teman.


Untuk itulah, harapan saya, semoga selama menjadi mahasiswa FKUI saya akan senantiasa menjadi anak yang membanggakan bagi kedua orang tua, bagi guru atau dosen dan semua teman yang senantiasa mendukung saya.  Untuk itu, saya akan terus bekerja keras, sekaligus  dapat berperan aktif dalam setiap kegiatan kampus, serta tumbuh menjadi mahasiswi yang kreatif, inovatif dan cerdas. Untuk jangka panjang, saya berharap semoga setelah lulus FKUI saya akan menjadi dokter yang handal serta berguna bagi nusa dan bangsa.


Untuk keluarga saya yang tak pernah berhenti mendukung saya, saya berharap agar mereka tetap setia mendo’akan keberhasilan saya. Saya juga berdo’a agar ayah dan ibu senantiasa sehat  dan panjang umur, setia menunggu saya yang pergi merantau untuk mengejar ilmu di kota Depok. Untuk kakak saya yang juga sudah terpisah jauh dari keluarga sejak beberapa bulan yang lalu, saya berharap ia akan segera menyelesaikan sekolah penerbangannya dan dapat menjadi pilot kebanggaan keluarga kami nantinya. Saya juga berharap untuk adik saya yang sekarang tinggal bersama orangtua, semoga tetap menjadi kebanggaan ayah dan ibu, menjaga mereka dan tetap fokus pada studinya.


Untuk  FKUI, saya berharap agar  FKUI tetap menjadi pelopor serta inovator dalam dunia pendidikan kedokteran  di Indonesia,   tetap menjadi fakultas kedokteran kebanggaan yang menjadi idaman ribuan  calon dokter, serta berhasil mencetak dokter-dokter terbaik yang berintegritas, yang menjadi kebanggaan  Indonesia.


Hard work beats talent when talent doesn’t’ work hard.” –Tim Notke.


Quotes tersebut memotivasi saya bahwa jangan pernah berhenti bekerja keras. Jangan sampai saat kita merasa diri kita pandai dan penuh talenta, kita hanya berdiam diri dan berpikir bahwa  kelebihan kita itu akan terus membantu kita. Saat kita berdiam diri, orang-orang diluar sana yang bekerja keras justru dapat dengan mudahnya mengalahkan kita. Karena jika talenta itu tidak diasah dan dipergunakan, maka tidak akan memberi hasil apa-apa, bahkan   justru akan menghilang.


Bekerja keras diperlukan di setiap aspek kehidupan. Bahwa saya jangan sampai merasa cukup dengan kemampuan saya, justru saya harus lebih bekerja keras untuk dapat terus meningkatkan kemampuan saya. Semoga apa yang saya idam-idamkan, apa yang saya harapkan akan terkabul dan menjadi kenyataan. Amin.


Komentar

Posting Komentar