[Perjalanan Menuju FKUI] Muhammad Izehaga Saimara


Perjalanan saya untuk masuk universitas ini telah dimulai sejak SMP. Perjalanan itu juga sepertinya sudah dimulai tanpa sepengetahuan saya. Sejak dulu orangtua saya memiliki harapan yang tinggi terhadap anak-anaknya dan saya bukanlah pengecualian. Saat saya masih SD mereka sudah memiliki harapan yang tinggi dalam hal pekerjaan saya suatu hari nanti. Dan itu terlihat saat mereka mendaftarkan saya ke salah satu cabang sekoah terkenal di Jakarta. Jika dilihat dari sekolah saya saat SD dulu, harapan untuk masuk ke sekolah tersebut sangatlah tinggi. Walaupun saya merasa tidak yakin, saya memutuskan untuk mempercayai mereka.
Saya mengikuti saran mereka untuk bersekolah di SMP Jakarta, itu mungkin bukan yang saya inginkan namun itu yang mereka inginkan. Jika diingat-ingat lagi bahkan sepertinya saya tidak memiliki preferensi ataupun keinginan untuk bersekolah di manapun sehingga pilihan yang menyenangkan orang lain --tepatnya orangtua-- tentu lebih baik dibandingkan dengan pilihan yang tidak menyenangkan siapapun. Saya ingat saya pernah bertanya apa pentingnya bersekolah di Jakarta? Apa pentingnya masuk sekolah yang membuat saya menjadi satu-satunya murid dari SD saya yang bersekolah disitu? Apa pentingnya menghabiskan waktu dua setengah jam untuk perjalanan pulang dan pergi hanya untuk bersekolah yang bahkan kualitasnya belum teruji? Setiap saya bertanya ke mereka tentang itu, mereka selalu menjawab bahwa itu akan memudahkan saya di masa depan. Saya tidak puas dengan jawaban itu, namun saya sudah mengambil keputusan untuk mengikuti saran mereka.
Waktu berjalan cepat dan tidak disangka saya sudah hampir lulus SMP. Dan selama saya bersekolah disitu nilai saya tidaklah memuaskan, bukan yang terburuk di kelas ataupun sekolah namun tentunya bukan yang terbaik di sepanjang sejarah ataupun angkatan ataupun kelas. Saya tidak menjadi murid nomor 1 di sekolah yang juga bukan nomor 1. Saya mulai memiliki pikiran mungkin saya tidak beruntung dan memilih pilihan yang salah.
Tidak lama sebelum UN SMP dimulai, sekolah saya mempersiapkan jadwal intensif untuk murid-muridnya. Hasil UN tersebut akan menentukan SMA kita nantinya sehingga pihak sekolah pun gencar memberikan murid-muridnya Try Out UN. Saya tidak antusias terhadap itu semua, bukan karena saya sudah yakin saya bisa melakukan itu semua secara sempurna namun sebaliknya, karena saya tidak yakin dengan apa yang dapat saya capai dengan itu semua. Saya jauh dari kata “terbaik” dan kemungkinan besar juga saya tidak mendapatkan satupun dari kumpulan SMA-SMA terbaik di Jakarta dan saya tidak menyampaikan satu pun kata kepada orang tua saya mengenai pandangan saya terhadap masa depan saya ini. Mengingat acara tersebut sudah disiapkan dengan matang oleh sekolah, saya tetap mengikuti kegiatan itu tiap harinya. Saya terus mengikuti kegiatan itu dan mendapatkan hasil yang biasa-biasa saja yang merupakan hasil cukup adil mengingat usaha saya yang biasa-biasa saja.
Lalu pengumuman UN SMP pun keluar, saya ingat kedua orangtua saya sedang berada di rumah sakit di luar negeri untuk berobat dan saya juga ingat sekolah yang mereka harapkan saya dapat dengan hasil UN tersebut. Terhenti hati saya saat membuka amplop berisi hasil UN yang diberikan oleh guru-guru saya. Nilai tersebut jauh dari ekspetasi saya yang sangat rendah, cukup untuk memasuki sekolah-sekolah bagus yang dielukan-elukan orangtua-orangtua namun menurut saya belum cukup untuk memasuki sekolah yang dielukan-elukan orangtua saya. Dengan berat hati saya harus memberitahukan kedua orangtua saya hasil yang saya dapatkan lewat telepon dan saya kembali terkejut mendengar teriakan gembira mereka mengingat hasil ini sepertinya belum cukup untuk masuk sekolah idaman mereka tersebut. Namun, tanpa diduga dengan nilai yang sebatas cukup, dengan usaha yang cukup, saya akhirnya mendapatkan SMA yang cukup memuaskan sekaligus yang diharapkan kedua orangtua saya.
Saya masuk ke SMA tersebut dengan ekspetasi yang rendah dan saya cukup yakin bahwa saya akan berada di bawah-bawah kelas saya. Tiga tahun berjalan dan ekspetasi saya benar-benar tepat sekali. Seperti di SMP, nilai saya kembali berada di atas sebagian kecil orang-orang dan berada di bawah sebagian besar orang-orang lainnya. Dan saat pengumuman SNMPTN, saya melihat teman-teman saya sudah mendapatkan PTN yang mereka harapkan, sesuatu yang sudah saya duga mengingat usah mereka dan tujuan saya yang sangatlah tinggi.
Musim intensif SMA pun kembali berjalan dan saya kembali harus mengikuti intensif dan rangkaian kegiatan-kegiatan yang sangat melelahkan dan menghabiskan waktu. Saya sering harus pulang malam sehingga orangtua saya menganggap saya berusaha sangat keras. Padahal pada kenyataanya walaupun ini mungkin usaha terkeras saya yang pernah saya curahkan, ini masih jauh dari banyak teman seperjuangan saya yang menginginkan PTN yang sama maupun berbeda dengan saya. Namun, saya tetap melakukan seluruh rangkaian kegiatan itu dengan harapan bahwa saya mungkin saja kembali mendapatkan keberuntungan seperti saat saya mendapatkan keberuntungan saat masuk SMA. Walaupun saya rasa kemungkinan tersebut sangat kecil mengingat saingan-saingan saya, keluarga saya tetap berharap dan berbicara seolah-olah saya ada kesempatan untuk bersaing dengan murid-murid jenius pesaing saya. Saya tetap merasa kesempatan saya kecil dan saya rela mendapatkan universitas apapun. Namun, saya tetap tidak mengatakan apapun kepada keluarga saya mengenai pandangan saya ini. Lalu tiba pengumuman Talent Scouting, ini adalah satu-satunya kesempatan saya untuk lolos tanpa harus bersaing dengan nilai akademis saya yang tidak tinggi dan ternyata saya gagal kembali. Orangtua saya kembali menyokong saya untuk terus berusaha walaupun menurut saya kemungkinan saya menjadi jauh lebih kecil lagi mengingat saya harus bersaing dalam hal nilai. Dan tanpa disadari saya berusaha jauh lebih keras lagi, berusaha lebih keras dari teman-teman seperjuangan saya. Mungkin tetap bukan usaha terkeras dibandingkan teman-teman seperjuangan saya, namun ini adalah usaha terkeras saya sepanjang saya hidup. Dan melampau seluruh ekspektasi orang-orang saya akhirnya berhasil mendapatkan FKUI Inter melalui jalur SIMAK Inter.
Kata-kata tidak bisa menampakkan betapa terkejutnya saya. Saya masih merasa banyak teman-teman seperjuangan saya yang lebih berhak untuk kursi ini. Teman saya yang mengkoordinir jadwal guru-guru privat yang saya ikuti, teman saya yang selalu menjadi 10 besar di tiap kelasnya, teman saya yang sudah menghafal buku cetak semenjak SMP, semuanya “dikalahkan” oleh anak yang baru berusaha keras di akhir-akhir perjuangan tepat sebelum ujian. Tentunya saya senang dengan pencapaian saya ini, namun banyak orang lainnya termasuk saya sendiri yang berpikir bahwa saya hanyalah sebuah keberuntungan.
Jadi jika kalian berkehendak untuk bisa sama seperti saya. Jangan mengikuti langkah saya dengan berusaha saat di akhir-akhir, berusahalah sejak awal. Bahkan kalau bisa, berusahalah sejak lahir. Kejadian seperti saya ini bukanlah peraturan, melainkan pengecualian. Mungkin faktor lainnya yang membuat saya bisa berada disini adalah keyakinan saya dan keluarga saya untuk “Stay positive” atas apa yang akan terjadi, kami terus berharap setinggi mungkin sehingga secara tidak sadar kami memberikan usaha terbaik kita untuk mewujudkannya.

Terakhir, saya berharap keluarga besar FKUI untuk sabar menghadapi dan menerima saya. Saya tahu saya bukanlah apa-apa dibandingkan anak-anak jenius dan ambisius di tempat ini, namun saya akan berusaha dan semoga menjadi seseorang di tempat ini. Saya juga berharap untuk keluarga saya untuk terus mendukung saya, berdoa dan “Stay positive” untuk seumur hidupnya. Dan akhirnya, saya berharap agar saya terus berkembang dan mematahkan kebiasaan buruk saya di atas sehingga saya dapat menjadi juara baik di luar maupun dalam kelas. Saya Muhammad Izehaga, alumni SD Daar El Salam angkatan 2010, Al-Azhar 19 Jakarta angkatan 2013, SMAN 8 Jakarta angkatan 2016, dan mahasiswa FKUI Internasional angkatan 2016.   

Komentar

  1. Selamat dan terus semangat ya Haga!!

    BalasHapus
  2. Haga, kita sama sama diterima sebagai murid kki. Saya sangat senang memiliki teman satu kelompok yang nantinya akan memasuki kelas bersama saya. Selamat dan semangat yaa!

    BalasHapus
  3. wah, masuk kelas kki menurut aku udah hebat banget
    top dah Haga

    BalasHapus
  4. Dari bahasanya kayaknya kalian belum baca sampai bawah ya?

    BalasHapus

Posting Komentar