Tahun terakhir di masa Sekolah Menengah umumnya menjadi masa penuh kebimbangan bagi sebagian besar pelajar di seluruh Indonesia. Rencana pendidikan lanjutan adalah hal utama yang dipikirkan para siswa. Begitu juga dengan saya, Muhammad Taufik. Beruntung saya bersekolah di MAN Insan Cendekia Serpong, sekolah berasrama yang memiliki salah satu guru Bimbingan & Konseling terbaik di negeri ini. Sejak semester pertama, beliau sudah mempersiapkan kami untuk menghadapi dunia perkuliahan di masa depan.
Pada awalnya, saya kurang tertarik dengan FKUI ataupun menjadi dokter. Alumni sekolah saya di FKUI rata-rata adalah para ranking paralel, saya bukan apa-apa dibanding mereka. Saya juga terpengaruh oleh isu-isu bahwa berkuliah di Fakultas Kedokteran itu membutuhkan biaya yang sangat besar, dan waktu yang sangat lama. Membayangkan saya harus menghafal setiap inci otot dan setiap centi saraf juga membuat saya selalu menggelengkan kepala ketika ditanya apakah saya ingin masuk kedokteran.
Kemudian, dengan segala seminar dan materi yang disampaikan oleh guru BK, terpikirkan oleh saya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Jepang adalah negara yang ingin saya tuju, mengingat alumni sekolah saya juga banyak yang melanjutkan kuliah di sana. Karena saya tidak tergolong berasal dari keluarga borjuis, saya harus mendapat beasiswa untuk dapat mewujudkannya. Beasiswa yang melimpah, fasilitas yang sangat memadai, serta kesempatan jalan-jalan menjadi iming-iming saya untuk mendaftarkan diri saya ke salah satu perguruan tinggi di Jepang. Segala sesuatu pun saya persiapkan untuk pendaftaran beasiswa ke Negeri Matahari Terbit tersebut, mulai dari essay, nilai penyetaraan UN dengan SAT, juga English Proficiency Test berupa IELTS, dan lainnya. Semua dokumen untuk seleksi berkas pun saya kirim. Sebulan kemudian, datanglah e-mail resmi dari universitas yang saya tuju. E-mail tersebut menyatakan bahwa saya tidak lulus seleksi berkas kali ini.
Gagal ke Jepang, saya pun mencoba beasiswa yang lain: Beasiswa ke Turki. Namun untuk seleksi beasiswa ini menurut saya lebih berat, karena pendaftarnya jauh lebih banyak dan essay yang dibatasi hanya 450 karakter. Hasilnya pun bisa ditebak, untuk kedua kalinya saya gagal dalam seleksi beasiswa ke luar negeri.
Mendapatkan dua kegagalan berturut-turut membuat saya hampir down dan tidak semangat. Tetapi, sekaligus membuat saya berpikir ulang tentang misi hidup saya. Apa tujuan sebenarnya dari hidup saya ini? Mengapa saya ingin bersekolah ke luar negeri? Apakah hanya karena nominal beasiswa yang sangat besar untuk anak seperti saya? Atau sekadar ingin jalan-jalan dan mengeksplorasi tempat yang asing bagi saya? Ataukah, hanya ingin terlihat keren oleh teman-teman yang lain?
Saat itulah saya menyadari bahwa niat awal saya sudah salah. Pertimbangan memilih perguruan tinggi harusnya tidaklah seperti itu. Seharusnya, saya benar-benar mengombinasikan minat dan bakat saya ke dalam suatu bidang ilmu yang bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Saat itu, terpikirkan oleh saya dua profesi yang menurut saya memiliki manfaat yang lebih dibanding profesi yang lain: Guru dan Dokter. Keduanya memiliki misi yang kurang lebih sama, yaitu memberi dan melayani. Guru memberi pengajaran dan melayani murid-muridnya agar mereka menjadi lebih berpengetahuan, sedangkan dokter memberi pemeriksaan dan melayani pasien-pasiennya agar menjadi lebih sehat. Dua profesi inilah yang menjadi prioritas utama saya, karena keduanya memiliki potensi kebermanfaatan yang sangat besar bagi masyarakat.
Akhirnya, saya memilih prodi Pendidikan Dokter di Universitas Indonesia sebagai pilihan pertama di SBMPTN. Niat menjadi guru saya urungkan, karena menurut saya profesi guru di negeri ini masih terkesan kurang dihargai, baik secara moral maupun finansial (tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap para guru). Singkat cerita, saya pun mempersiapkan diri untuk mengikuti tes SBMPTN. Meskipun tanpa mengikuti bimbel. Tapi saya percaya bahwa kalau niat dan usaha saya maksimalkan, hasilnya tidak akan mengecewakan.
Tes SBMPTN pun selesai. Jujur menurut saya lebih sulit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tapi biarlah, saya tidak ingin terlarut dalam kegamangan. Untuk mengusir rasa cemas menunggu pengumuman, saya mengikuti daurah menghafal Quran di salah satu pondok di Bogor. Mungkin bisa dibilang sebuah pendekatan spiritual setelah segenap usaha saya kerahkan. Alhamdulillah, mendekati hari pengumuman SBMPTN saya merasa tenang. Tidak berharap-harap cemas seperti saat pengumuman tes beasiswa yang lalu.
Hari pengumuman SBMPTN pun tiba. Saya sujud syukur mengetahui bahwa saya dinyatakan lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya percaya bahwa hal ini adalah anugeran dari Allah SWT. atas segala kerja keras saya dan juga tak lepas dari doa orang-orang di sekitar saya. Meskipun diterima di universitas hanyalah sebagian kecil dari awal mula perjuangan menjadi seorang dokter, saya berharap dapat mengawalinya dengan baik dan tetap konsisten dalam kebaikan sampai selesai masa bakti saya. Sementara harapan saya kepada FKUI, meskipun masih banyak sekali fakultas kedokteran yang berkualitas di luar sana, semoga FKUI dapat mengantarkan kami selaku para mahasiswa menjadi dokter-dokter yang tak hanya pandai dalam bidang akademis, namun juga peduli kepada sesama dan dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam mewujudkan cita-cita dan harapan saya, saya selalu mengingat kata mutiara bertajuk, “Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu.” Karena saya sadar bahwa saya hanyalah seorang hamba, dan yang bisa saya lakukan adalah melakukan pengabdian semaksimal mungkin kepada-Nya agar Dia memberikan jalan yang terbaik untuk saya.
Semangat, Fiq! Terkadang yang kita inginkan tidak selalu menjadi kebutuhan kita. Adakalanya jalan hidup kita itu sepenuhnya berjalan atas kehendak-Nya. Percayalah, Allah jauh lebih tahu, bahkan daripada diri kita sendiri. :)
BalasHapusSemoga Kedokteran lebih baik daripada Nagoya pik :)
BalasHapuswih keren walaupun gagal keluar negeri tetep semangat FKUI
BalasHapussemoga terus sukses yg fiq !!!
BalasHapuswiiiiiiiih
BalasHapusMantab fiqq
BalasHapusKerennn banget
BalasHapusKerennn banget
BalasHapusSukses ya Taufik :)
BalasHapus