[Perjalanan Menuju FKUI] Nabila Naura Vathania


PERJALANAN MENJADI MAHASISWA FKUI
(Nabila Naura Vathania, 1606830114, Kelompok 12)

Menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), fakultas kedokteran tertua dan terbaik di Indonesia, menjadi bagian dari sekumpulan orang-orang yang “menang bertanding” dari sekumpulan orang lainnya yang belum ditakdirkan menjadi bagian dari FKUI, dan menjadi bagian dari sekumpulan orang-orang yang bercita-cita menjadi dokter, salah satu profesi paling mulia yang ada di bumi ini, adalah suatu hal yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi kebanyakan orang. Salah satu orang tersebut adalah saya.

Saya, Nabila Naura Vathania, biasa dipanggil Nabila, adalah mahasiswa baru di FKUI pada tahun 2016 ini. Sebelum saya diterima sebagai maba di FKUI melalui jalur SNMPTN undangan, saya bersekolah di SMA Negeri 70 Jakarta. Cita-cita saya tidak pernah berubah sedari saya berusia dini dan masih bersekolah di sekolah dasar, SD Al-Azhar BSD, yaitu menjadi seorang dokter anak lulusan FKUI. Ibu saya selalu meyakinkan saya bahwa dokter adalah sebuah profesi mulia yang dapat membuat saya memberi kontribusi kepada manusia. Saya selalu percaya bahwa apa yang dikatakan Ibu adalah benar sehingga setiap harinya saya selalu termotivasi untuk belajar segiat mungkin sebagai usaha untuk meraih apa yang saya cita-citakan.

Usaha yang saya lakukan dimulai saat saya lulus dari SMP Al-Azhar BSD dan memutuskan di mana saya harus melanjutkan sekolah. Ibu saya selalu meyakinkan bahwa saya harus melanjutkan sekolah di Jakarta dengan pertimbangan lokasi yang terletak di satu provinsi dengan Universitas Indonesia (UI) sehingga memperbesar peluang saya untuk lulus jalur SNMPTN di UI.

Saat itu, hal itu merupakan sesuatu yang sulit bagi saya. Saya sudah berada di zona nyaman saya, di mana saya bersekolah di sekolah yang kurang lebih berjarak 15 menit perjalanan dengan mobil, di mana saya dapat tetap bersama dengan teman-teman baik saya, dan di tempat yang sudah saya ketahui dengan baik suasananya. Apalagi, saya bukan tipe orang yang mudah untuk beradaptasi terhadap lingkungan baru.

Tetapi saya sadar bahwa apa yang saya cita-citakan, menjadi dokter anak lulusan FKUI, bukanlah hal yang mudah dan kecil. Ini bukanlah hal yang dapat saya capai dari zona nyaman saya. Saya harus keluar dari zona nyaman saya untuk meraih apa yang saya cita-citakan.

Saat pendaftaran SMA negeri di Jakarta dibuka, saya mulai mendaftar. Saya mendaftar di tiga pilihan sekolah, yaitu SMA 8, SMA 28, dan SMA 70. Ternyata, NEM saya saat itu tidak melewati passing grade SMA 8 dan SMA 28, apalagi, saya berasal dari luar Jakarta sehingga peluang untuk saya diterima di pilihan ke-1 dan pilihan ke-2 lebih kecil. Akhirnya, saya diterima di SMA Negeri 70 Jakarta.

Saat itu, saya merasa takut karena saya mendengar banyak rumor tentang kehidupan di SMA 70, yaitu kehidupan kesenioritasannya. Tetapi, saya tetap bertekad untuk fokus terhadap tujuan akhir saya, lulus di FKUI melalui jalur SNMPTN undangan. Saya sudah mengenal jalur SNMPTN undangan sejak saya SMP dan memang selalu bertekad untuk lulus di FKUI melalui jalur undangan karena saya mengetahui bahwa SNMPTN undangan merupakan peluang yang besar dan tidak boleh disia-siakan. Ibu saya juga selalu mengingatkan untuk fokus terhadap tujuan saya dan belajar segiat mungkin agar nilai saya selama tiga tahun belajar stabil dan memenuhi kriteria untuk lulus di jalur SNMPTN undangan.

Cita-cita saya ini dicapai bukan tanpa remehan orang-orang. Banyak di antaranya, yang bahkan teman-teman saya sendiri, mengatakan, “Masuk FKUI itu sulit sekali loh, apalagi melalui jalur SNMPTN undangan”. Tetapi Ibu selalu meyakinkan saya untuk tetap fokus karena beliau selalu percaya bahwa Tuhan punya mukjizat yang besar untuk sesuatu yang kita, manusia, tidak percaya itu dapat terjadi. Ini memang terdengar klise tetapi pada akhirnya saya percaya karena hal seperti ini benar-benar terjadi di hidup saya.

Kelas 12 semester 2, dimulailah pendaftaran SNMPTN undangan. Saya merekap rapot saya dan dapat menyimpulkan bahwa nilai rapot saya cukup memuaskan. Tetapi hal ini tidak begitu memuaskan ketika saya membandingkan nilai rapot saya dengan dua teman yang akan mendaftar jalur SNMPTN undangan di FKUI juga. Ketika rapot kami bertiga dibandingkan, saya berada di peringkat ketiga. Sedangkan, siswa SMA 70 tahun lalu yang diterima di FKUI melalui jalur SNMPTN undangan hanya dua orang. Berarti, jika UI menerima siswa dengan peringkat tertinggi, saya yang berada di peringkat ketiga tidak akan diterima. Itu sama saja dengan membuang peluang besar yang saya miliki.

Saya berkonsultasi dengan guru dan orangtua saya. Guru saya menyarankan untuk memilih jurusan lain seperti Teknik Industri UI karena nilai saya akan memadai untuk diterima di jurusan tersebut. Tetapi saya tidak pernah tertarik di bidang ilmu keteknikan, apalagi yang melibatkan pelajaran fisika. Ayah saya menyarankan untuk memilih universitas lain seperti Pendidikan Dokter Universitas Andalas di Padang. Ibu saya tetap meyakinkan saya untuk memilih jurusan Pendidikan Dokter Universitas Indonesia karena lagi-lagi beliau sangat percaya dengan mukjizat Tuhan yang tidak pernah manusia ketahui.

Ayah saya menyarankan saya untuk memilih Universitas Andalas karena beliau tidak yakin saya akan diterima di UI, mengetahui saya berada di peringkat ketiga dari siswa-siswa yang mendaftar pilihan FKUI. Ibu saya tetap bertekad meyakinkan saya untuk memilih UI karena tidak ingin jika saya berkuliah dan tinggal di luar Jakarta.

Setelah melalui pertimbangan dan doa selama berhari-hari, saya memutuskan untuk mendaftar satu pilihan saja, FKUI. Pertimbangan saya adalah FKUI telah menjadi cita-cita saya sejak kecil dan melepasnya tanpa mengetahui kapasitas kemampuan saya akan menjadi sesuatu yang saya sesalkan. Toh, jika saya tidak lulus di jalur SNMPTN undangan, saya dapat mencoba lagi di jalur SBMPTN dan SIMAK dan saya telah mengetahui kapasitas kemampuan saya dengan sudah mencoba jalur SNMPTN undangan.  Terlebih lagi, saya percaya jika restu orangtua di atas segalanya. Ibu saya tidak menginginkan saya untuk tinggal di luar Jakarta dan saya akan mengikuti keinginannya.

Akhirnya, saya tetap pada pilihan saya dari awal, FKUI. Saya mendaftar dengan tekad bulat. Dua bulan itu saya lalui dengan hati was-was, doa, dan berserah diri kepada Tuhan. Saya sudah siap untuk menerima apapun hasilnya. Sampai tibalah hari pengumuman SNMPTN undangan.

Ketika itu, saya pulang bimbel dijemput oleh Ibu. Sebelum pulang, kami salat bersama di masjid. Saya melihat Ibu berdoa sangat khusyuk sampai menitikkan air mata untuk kelulusan saya karena menjadi mahasiswa FKUI selalu merupakan cita-cita saya dan Ibu sejak dahulu. Bahkan, satu jam sebelum pengumuman, Ibu mengatakan kepada saya, “Kamu jangan sedih, ya, Nak, kalau tidak lulus, kamu harus tetap semangat. Biar Ibu saja yang sedih,” Perkataan Ibu  itu membuat saya semakin was-was karena saya lebih takut mengecewakan Ibu daripada saya sendiri.

Teman saya satu persatu mulai membuka pengumuman. Saya mendengar kabar baik bahwa teman-teman saya lulus di pilihan mereka. Saya merasa semakin penasaran terhadap hasil yang saya dapat dan akhirnya memberanikan diri untuk membuka pengumuman dengan hati was-was. Diiringi dengan membaca basmalah, saya membuka pengumuman dan alhamdulillah saya membaca pengumuman bahwa saya dinyatakan lulus di FKUI melalui jalur SNMPTN undangan. Saya dan Ibu merasa sangat bahagia karena telah tiba waktunya untuk kami menghela napas atas penantian kami selama ini. Saya segera mengabari Ayah dan beliau sangat bahagia atas kabar yang saya sampaikan.

Harapan saya selanjutnya adalah untuk belajar dengan baik agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi saya dan orang lain. Saya berharap agar saya dapat menjadi orang yang dapat membanggakan dan membahagiakan keluarga saya. Saya juga berharap semoga FKUI akan menjadi tempat yang baik bagi saya untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Quote motivasi saya dalam hidup adalah “Life begins at the end of your comfort zone”. Seperti yang sudah saya lalui, saya meyakini bahwa untuk dapat meraih sesuatu yang lebih besar saya harus keluar dari zona nyaman dan mengeksplor lebih banyak hal yang dapat mengubah saya menjadi pribadi yang lebih baik.

Komentar

Posting Komentar