[Perjalanan Menuju FKUI] Nirmala

Menjadi mahasiswa salah satu perguruan tinggi terbaik siapa yang tidak mau. Sebut saja Universitas Indonesia, banyak orang mengidam-idamkan untuk bersekolah disini. Salah satunya saya. Tentunya untuk masuk ke Universitas Indonesia ini adalah hal yang mudah. Anda tinggal melewati jalan masuk dan membayar tiket, dan nikmatilah UI. Tetapi untuk menjadi mahasiswa UI, singkatan dari Universitas Indonesia, tentu adalah hal yang sulit. Orang-orang pasti akan berjuang untuk mendapatkan universitas idamannya. Usaha dan doa terbaik akan dilakukan, karena ini menyangkut masa depan mereka, mau jadi apa mereka di masa mendatang. Tentunya usaha dan doa yang dilakukan itu sangat sungguh-sungguh. Tetapi setiap orang mempunya caranya sendiri untuk mendapatkan apa yang ia mau. Disini saya akan menceritakan perjuangan saya untuk menjadi mahasiswi kedokteran Universitas Indonesia.
Saya Nirmala, seorang pelajar yang ingin menjadi mahasiswi kedokteran Universitas Indonesia, tentu saja keinginan saya sebenarnya adalah menjadi dokter, tetapi UI? Mengapa tidak? Saat itu saya bersekolah di SMANU M.H. Thamrin, sekolah olimpiade berasrama yang tidak mudah untuk saya, bagaimana tidak, disana muridnya pintar dan ambisius, sementara saya, ya biasa saja, tidak meminati olimpiade apapun ditambah saya ini tidak rajin untuk ukuran anak MHT. Oleh sebab itu, dikelas 12 itu saya menjalani 2 bimbingan belajar, sebut saja Inten dan BTA45.
Dihari-hari biasa saya bersekolah seperti biasanya, karena saya biasanya datang paling akhir jadinya saya kebagian  kursi terbuang, yaitu  sayarsi paling depan,  kursi paling depan itu bukanlah hal favorit karena mudah ketauan guru jika tertidur. Selama setahun saya sering duduk di  kursi depan tersebut sampai pada akhirnya saya mematenkan  kursi itu menjadi milik saya selama setahun itu. Saya sering bertanya dengan teman di sebelah saya dan di belakang saya, mereka sangat sering membantu saya, sampai sampai kita membuat grup “4 serangkai” untuk membahas soal dan tidak lupa juga untuk bermain ketika guru tidak ada. Di waktu luang (tidak ada guru) kita sering bermain kartu Poker, ini sudah menjadi makanan sehari-hari kehidupan kelas 12. Ada juga yang pergi ke koperasi, tidur di asrama sampai ada notifikasi di grup kelas memberitahu bahwa guru datang. Ya semua itu yang saya lakukan di kelas 12 itu.
Sekarang saya akan menceritakan hari-hari  saya diluar jam sekolah. Karena MHT itu sekolah berasrama yang sulit untuk mendapat izin keluar, alhasil orang tua membawa Inten datang ke MHT. Sebagian besar anak MHT berbimbel ria di Inten. Disinilah saya memulai bimbel saya. Kehidupan Inten ini terkenal dengan mencatat dengan pulpen warna warni yang membuat saya menjadikan semua catatan saya warna warni. Di semester 1 Inten memfasilitasi dengan belajar 2 pertemuan perminggu, satu pertemuannya sekitar 1,5 jam. Merasa  kurang, alhasil saya juga bimbel di BTA45 hari Minggu dari jam 7.30 sampai jam 15.00 (sebenarnya alasan utamanya yaitu karena saya malas, sulit untuk memulai belajar sediri). Pulang dari semua bimbel ini biasanya saya mengerjakan tugas sekolah. Sering tidak mengerjakan juga.
Di kelas 12 ini awalnya saya merencanakan untuk ranjin serta ambis, yaitu belajar dimana pun kapan pun bahkan pas liburan harus belajar. Hal ini berujung pada wacana yang tidak terwujud sampai akhirnya sudah waktu memilih untuk SNMPTN. Ya rencana untuk belajar terlihat sangat idealis tetapi realitanya tidak seindah rencana. Untuk memilih SNMPTN saya tidak berpikir terlalu dalam. Karena saya sangat ingin FKUI jadi saya pilih FKUI walaupun saya termasuk peringkat dibawah-bawah.
Perjalanan kelas 12  saya sangat memikirkan SBMPTN dimana UN SMA saya kesampingkan dan memang hanya lewat begitu saja, itung itung refreshing sebelum intensif SBMPTN.
Pada akhirnya saya memulai masa intensif. Rencana awal saya saya ingin intensif BTA dan Inten, tetapi setelah sehari terlewati berhubung intensifnya setiap hari dan jamnya mepet saya tidak bisa mengejarnya, dan saya memilih Inten sebagai tempat berjuang saya selama sebulan lebih. Alasannya karena Inten lebih dekat dari rumah saya. Saya memulai intensif di Inten Pasar Rebo. Kebetulan banyak anak MHT yang di Inten Pasar Rebo juga, alhasil kita sekelas, dan saya harus merasakan tekanan belajar bersama anak MHT lagi.
Walaupun saya intensif di Inten tapi saya tetap datang ke BTA45 jika sempat. Hari Minggu saya datang untuk tambahan dan jika ada jadwal Try Out saya juga datang untuk mengi sayatinya. Tepat sehabis selesai TO saya langsung mengejar busway untuk pergi ke Inten, kadang pake grabbike juga hehehe. Tak jarang saya telat ke Inten karena jalan dari BTA macet ya tapi apa boleh buat saya tetap masuk kelas walaupun telat. Saya juga pernah saat saya datang kelasnya sudah bubar, akhirnya saya numpang belajar saja di Inten sambil bahas soal TO BTA.
Di rumah saya belajar seperti biasa, tetapi saya mengubah jam biologis saya. Saya mulai belajar sehabis Isya biasanya, jam 9 atau 10 saya tidur dan bangun lagi jam 2 atau 3 atau 4. Saya juga sering ketiduran alhasil harus mengerjakan pr inten pagi pagi dengan terburu-buru.
Pengumuman UN pun terlewati saja sampai pada akhrinya pengumuman SNMPTN keluar. Inten yang ramai dengan pelajar esok sehabis pengumuman menjadi sepi karena cu sayap banyak yang diterima SNMPTN. Pengumuman SNMPTN ini biasa saja untuk saya, tetapi tidak untuk kebanyakan orang. Karena saya memang tidak menanti pengumuman tersebut karena saya yakin tidak akan dapat. Bukan pesimis, hanya saja realistis untuk hal ini.
Hari-hari intensif setelah SNMPTN menjadi tidak biasa. Suasana jadi tidak efektif karena terlalu sepi. Ada yang menjadi malas-malasan juga. Tetapi saya punya sahabat di MHT dan Inten yang memotivasi saya untuk tetap semangat. Saya melewati masa-masa sulit saya di kelas 12 terutama yang berkaitan dengan universitas. Nilai TO inten saya tidak pernah tembus passing grade FKUI, begitupun nilai BTA saya. Hal itu sering membuat saya down. Ditambah melihat pesaing saya yang jauh di atas saya nilainya. Saya juga mempunyai kelemahan dalam pelajaran matematika dan fisika yang sering membuat saya tertekan, stress, dan akhirnya menangis. Tetapi sahabat saya ini sangat membantu saya. Ia sering menemani saya inten sampai malam dan tidak berat hati jika saya bertanya atau minta diajarkan. Ia mengajarkan saya banyak selain matematika, fisika, biologi, dan kimia, ia juga mengajarkan saya untuk tidak merasa rendah diri. Ia memotivasi saya untuk percaya bahwa saya bisa. Ia partner belajar saya terutama untuk setahun terakhir ini.
Hari demi hari lewat begitu saja dan sampailah hari yang tidak ditunggu-tunggu, 2 hari sebelum SBMPTN saya mendapatkan kejuatan dari ayah saya, yaitu kartu peserta SIMAK UI Internasional. Ternyata ayah saya mendaftarkan saya tanpa sepengetahuan saya, saya baru bangun tidur dan langsung terkejut melihatnya. Saya jakani ujian tersebut sebisa saya, anggap saja pemanasan sebelum SBMPTN.
Kemudian hari itu datang, yaitu hari SBMPTN. Kebetulan saya dan sahabat saya berada di lokasi dan ruang ujian yang sama. Sebelum memasuki ruangan kita meminta doa kepada orang tua, teman-teman, dan orang orang yang kita kenal lainnya. Setelah itu, kita pun memasuki ruang ujian. Perasaan tegang saya rasakan, saya yakin semua orang juga merasakan itu. Saya berusaha untuk tenang dan fokus. Saya mengerjakan sebisa saya. Kebetulan saya sedang tidak pakai jam dan tidak ada indikator dari pengawas, saya pun bertanya berapa waktu tersisa, dan ternyata tinggal 2 menit, saya panik. Saya pun berusaha mengecek data diri sudah diisi dengan benar atau belum.  Habislah waktu pengerjaan. Saya pun keluar dari ruangan dengan perasaan tidak tenang karena masih ada TKPA berikutnya. Waktu terasa begitu cepat dan sudah harus memasuki ruang ujian lagi. Dimulai lah TKPA, ketika melihat soal, saya tersentak kaget karena soal yang keluar tidak seperti soal try out yang sering saya dan teman teman kerjakan di Inten. Saya mulai mengerjakan soal tersebut. Merasa sudah membuang banyak waktu, saya mengerjakan dengan terburu-buru dan waktunya pun habis. Saya pasrah. Setelah dikumpulkan saya lupa mengecek ulang data diri. Saya pun tidak tenang. Keluar dari ruangan saya mengahmpiri sahabat saya dan orang tua saya. Berbincang sedikit lalu pulang. Mengingat soal dan belum dicek lagi data dirinya, saya menjadi tidak tenang, tapi apa boleh buat, saya hanya bisa tawakal dan berdoa.
Selesai masalah SBMPTN muncul lah SIMAK UI. Kali ini saya dan sahabat saya memutuskan untuk berpisah Intennya, saya pindah ke Kalimalang dan ia pindah ke Fatmawati karena kita merasa suasana di Pasar Rebo sudah tidak efekti f lagi. Di Kalimalang ternyata juga sudah tidak seefektif masa SBMPTN, teman-teman saya disana juga semangatnya berkurang. Ya saya jadi agak terbawa,tetapi saya harus tetap mencoba untuk semangat, saya harus membalas kekurangan saya di SBMPTN.
Sehari sebelum ujian SIMAK UI saya mengikuti ujian mandiri UNDIP, saya juga memilih FK. Ujian UNDIP terlewati dengan baik-baik saja. Malam sebelum SIMAK UI masih mencoba belajar tetapi tidak belajar keras. Berhubung lokasi SIMAK UI saya di belakang komplek saya jadinya saya bisa berangkat 30 menit sebelum ujian. Saat memasuki ruang ujian saya berdoa, pokoknya setiap waktu luang saya berdoa, saya sangat mempunyai harapan tinggi pada SIMAK UI. Alhamdulillah saat mengerjakan SIMAK UI saya merasa lancar, saya merasa lebih baik daripada saat mengerjakan SBMPTN. Tetapi saya tidak yakin 100% akan lebih mudah karena teman-teman saya juga merasa lebih mudah mengerjakannya. Yasudah setelah ujian saya hanya bisa tawakan dan berdoa.
Perjuangan saya untuk menjadi dokter tidak berhenti di SIMAK UI, saya masih mengikuti banyak ujian mandiri lainnya. Seminggu setelah SIMAK UI saya mengikuti UM FK UGM Internasional di Yogyakarta. Saya juga mengikuti UM UIN. Tetapi semangat saya saat mengkuti ujian lain selain SBMPTN dan SIMAK UI sudah tidak membara. Tetapi saya tetap berusaha yang terbaik.
Menunggu pengumuman ini saya sangat berdoa banyak. Saya ingat tahun lalu diulang tahun ke 17 saya, saya berdoa untuk bisa menjadi mahasiswi FKUI 2016. Menuju ulang tahun ke 18 saya berdoa agar FKUI 2016 menjadi hadiah terindah saya tahun ini. Selain belajar, saya juga berusaha untuk tidak meninggalkan sunah dhuha dan tahajud jika sempat. Kadang saya menangis karena takut tidak bisa menjadi dokter dan mengecewakan orang tua saya yang sudah berharap dan berusaha banyak untuk saya. Apalagi mereka sampai mendaftarkan saya bimbel BTA dan Inten dan juga mendaftarkan banyak ujian mandiri. Ketakutan terbesarku adalah membuat orang tuaku kecewa.
Akhirnya 28 Juni pun datang, kita semua sangat menanti jam 14.00 dengan ketidaktenangan. Menuju jam 14.00 saya bersama tante dan nenek saya sudah mempersiapkan laptop dan internetnya. Saya tidak berani membukanya. Lalu tante saya pun membantu saya, saya berikan nomer ujian saya, dan tidak bisa login. Dicoba berkali-kali tetap tidak bisa. Ternyata yang saya masukkan adalah nomer SNMPTN, saya sudah panik. Akhirnya, saya memasukkan nomer ujian SBMPTN saya dan menunggu login, dan muncul lah hasilnya, FK UNPAD. Seketika semua keluarga saya sangat senang, semuanya terharu sampai menitihkan air mata. Dan hari itu pun kami semua bersyukur.
Kemudian datanglah tanggal 30 Juni, hari dimana seharusnya bukan pengumuman SIMAK UI. Disaat itu saya sedang bersama teman saya di AW. Saya memojok dan berdoa sebelum membukanya. Saya masukkan nomer ujian saya dan hasilnya Alhamdulillah saya lolos. Saya sujud syukur di pojokkan AW.
Usaha dan doa saya terkabulkan. Saya senang. Sangat senang. Saya bukanlah orang yang pandai, saya bukanlah orang yang rajin, tetapi saya percaya jika kita melakukan yang terbaik Allah akan memberikan yang terbaik. Yang terbaik menurut-Nya dan pasti baik untuk kita. Semua orang disekitar saya sangat berperan penting dalam hal ini, guru, teman-teman, sahabat, orang tua saya, mereka sangat  berperan dalam hal ini. Saya sangat berterimakasih pada mereka dan Allah juga yang telah mengabulkan doa saya. Saya merasa beruntung dan sangat senang bisa menjadi mahasiswi FKUI 2016.


Komentar

Posting Komentar