Halo, semuanya! Perkenalkan nama saya Salsabila Nadhif Fadhilah. Pada tahun ini, alhamdulilah saya diberi kesempatan oleh Allah SWT. untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan tahun 2016. Dalam esai ini, saya akan bercerita suka duka perjalanan saya menuju kampus impian ini.
Setiap orang pasti punya impian. Ada yang sudah memimpikannya sejak ia masih belum benar-benar mengerti dunia dan isinya. Ada yang baru saja terkesima dengan sebuah dunia baru dengan segala daya tariknya. Ada yang terbangun di tengah malam, berpikir keras bagaimana jika ia belum cukup tangguh dan kompeten untuk mimpi-mimpi besarnya. Ada pula yang tak bisa hidup tanpa rajutan mimpi yang selalu membantu kita untuk bertahan pada hari yang melelahkan. Beberapa berjuang keras untuk menggapai asanya. Beberapa termakan rayuan hal-hal instan yang lebih cepat mengisi dompet dan rekening. Intinya, impian itu dimiliki oleh semua orang, tapi belum tentu mereka perjuangkan.
Seperti kebanyakan orang, saya juga juga punya mimpi. Dibesarkan jauh dari orangtua membuat saya memiliki pengalaman hidup yang berbeda dari kebanyakan orang. Saya tidak dimanja dengan segala kemewahan dan kemudahan. Hadiah ulang tahun pun hanya sebatas ucapan selamat dari suara di seberang telepon. Walaupun terlihat kurang menyenangankan, namun hal inilah yang membentuk kepribadian, impian dan cara pandang saya di kemudian hari.
Waktu demi waktu berlalu, cita-cita saya pun sering berubah silih berganti. Saya ingin menjadi businesswoman, penyanyi, presiden, diplomat, penulis dan lainnya. Dokter pun pernah termasuk dalam daftar cita-cita saya tersebut. Sampai saya masuk SMA pun, belum benar-benar terpikirkan profesi apakah yang akan saya tekuni.
Akhirnya, selama SMA saya pun menjajal banyak sekali jenis kegiatan. Banyak diantaranya yang bukan berasal dari satu cabang kegiatan. Mulai dari olimpiade, public speaking, projek lingkungan sampai modern dance. Berkat bimbingan dari senior dan guru, dan dukungan dari teman-teman, alhamdulillah banyak penghargaan yang saya dapat dari berbagai macam lomba mulai tingkat kota sampai internasional. Memang terlihat membanggakan, tapi saya sedikit kecewa karena kolom sertifikat hanya tersedia 3 slot, dan sertifikat-sertifikat ini belum bisa menghantarkan saya diterima pada jalur SNMPTN.
Kelas 12 pun sudah di depan mata dan saya mulai berdiskusi dengan orangtua saya. Saya merasa sangat cocok dengan SBM ITB atau HI UI. Karena lomba-lomba yang saya ikuti berhubungan erat dengan kedua jurusan ini. Namun ibu saya bersikeras agar saya sekolah kedokteran. Nilai biologi saya memang selalu lebih tinggi ketimbang nilai yang lain. Saya pun memiliki kemampuan bicara yang mumpuni jika harus berhadapan dengan pasien. Tapi saya rasa sekolah kedokteran sangatlah melelahkan dan butuh biaya yang tidak sedikit.
Sampai akhirnya pada semester 2, saya pun berubah pikiran dan memantapkan hati dan pikiran untuk masuk sekolah kedokteran. Karena pendapat ibu saya sangat logis dan visioner. Beliau berkata bahwa Indonesia kekurangan manusia-manusia yang mau melewati kesusahan. Apalagi yang pada akhirnya untuk membantu orang lain. Selain itu, Indonesia kekurangan dokter-dokter peneliti yang mau belajar keras di luar negeri dan kembali untuk menerapkannya. Yang terakhir, karena ilmu kedokteran dan menjadi dokter tidak bisa dipelajari di luar universitas.
Saya akhirnya memilih Universitas Indonesia sebagai perguruan tinggi untuk sekolah kedokteran saya. Hal ini dikarenakan saya ingin melatih kemandirian, bertemu dengan orang-orang baru, dan terbukanya kesempatan yang lebih besar jika saya belajar di pusat negara. Di Jakarta, saya percaya bahwa saya bisa menjadi lebih dari sekedar mahasiswa.
Walaupun passing grade FK UI sangatlah tinggi sampai tentor di bimbingan belajar saya mengatakan bahwa saya bunuh diri dan lebih baik memilih FK di kota saya karena nilai dan sertifikat saya mencukupi untuk tembus SNMPTN FK tersebut. Namun saya percaya bahwa jika saya melakukan itu, berarti saya memanjakan diri dengan sesuatu yang instan dan bukan keinginan saya yang sesungguhnya.
Belum lolos dalam seleksi SNMPTN, saya masih memiliki harapan dalam seleksi Talentscouting. Seleksi Talentscouting pun sebenarnya sangat susah. Saya baru mempersiapkan IELTS 3 hari sebelum tes. Saya berlatih berbicara Bahasa Inggris dengan susah payah dan sempat mengulang tes MMPI karena hasil pertama yang tidak dapat terbaca.
Saya benar-benar gugup saat membuka laman pengumuman karena saya sempat membuka situs SNMPTN dan mendapat warna merah pada layar saya. Saat membukanya pun agak sedikit error dan menunggu lama. Tapi alhamdulillah akhrnya saya lolos seleksi Talentscouting dan terdaftar menjadi mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia.
Namun pada suatu saat saya sadar, bahwa yang terpenting bukanlah di perguruan tinggi apa kita diterima, jurusan apa yang kita tekuni, namun apa yang kita lakukan dan apa kontribusi kita pada sesama mahasiswa, universitas, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, saya berharap bahwa ke depannya saya dapat memberikan yang terbaik bagi semua pihak, keluarga saya turut mendukung dan bangga, dan FK UI akan terus maju dan selalu mengikuti perkembangan zaman serta berinovasi untuk masa depan kesehatan Indonesia yang lebih baik.
Teruslah bermimpi, teruslah bekerja keras! Karena kita tidak akan pernah tahu kapan mimpi-mimpi itu pada akhirnya akan terwujud.
semangat
BalasHapusKeren sekali!!!! Sukses terus salsa, semoga kamu jadi dokter yang hebat
BalasHapusTidak masalah gagal di awal, yang penting harus selalu yakin bahwa Tuhan punya yang terbaik. Lanjutkan perjuanganmu Salsa.
BalasHapusKerenn. jangan berhenti berjuang . Doctor is a lifelong learning profession
BalasHapussalsa ngomongnya dalem banget...
BalasHapuswihhh sadis banget! sukses terus ya sal!!
BalasHapusWow semangat yaaa! Sukses sall, Good Luck!
BalasHapusWaah keren, semangat teruus
BalasHapusKeren salll succes terussss
BalasHapus