[Perjalanan Menuju FKUI] Septhendy

Perkenalkan, nama saya Septhendy. Saya biasa dipanggil Asep. Mengapa begitu? Karena teman-teman sekelas saya ketika saya menginjak kelas 3 SD di Sekolah Darma Yudha memanggil saya begitu. Sedikit bercerita tentang masa lalu, saya sering pindah sekolah, dan tak jarang jarak antara sekolah lama dan baru cukup jauh. Saya sempat sekolah di Medan, tanah kelahiran saya, sebelum pindah ke Pangkalan Kerinci, Riau karena ayah saya pindah lokasi kerja. Tak lama kemudian saya pindah ke Pekanbaru, lalu sempat pindah ke Perawang sebelum kembali ke Pekanbaru. Saya sekolah di Pekanbaru hingga kelas 1 SMP, lalu pindah ke Jakarta, juga karena ayah saya dipindahkan lokasi kerjanya. Jadi, saya sempat kesulitan menghadapi komunitas baru dan lingkungan baru terus menerus. Namun syukurlah, karena berkat Tuhan, saya menjadi siapa saya sekarang dikarenakan semua pengalaman saya di masa lalu. Saya mampu menjadi pribadi yang tidak sosioapatis dan tidak terlampau introvert.

Sejak saya kecil, orang tua saya selalu mengingatkan saya agar kelak saya bercita-cita menjadi dokter yang membantu orang. Mungkin karena itulah pada akhirnya saya mengejar pendidikan dokter, bukan karena keinginan saya sendiri, melainkan kata-kata orang tua saya yang kemudian saya ambil sebagai cita-cita saya. Dalam perjalanan hidup saya, saya selalu melihat dan mengalami kejadian-kejadian yang berhubungan dengan dokter, dan kejadian-kejadian itu, ditambah dengan “wejangan” dari orang tua saya, membuat saya kemudian bercita-cita menjadi seorang dokter.

Kalau boleh jujur, perjalanan saya mencapai posisi saya sekarang masih saya anggap mudah. Sejak dulu saya mampu belajar dengan cepat dan tidak harus selalu mengulang pelajaran. Nilai-nilai akademik saya tidak terlalu hancur, namun juga tidak mampu menyaingi anak-anak jenius sekaligus rajin di manapun saya sekolah. Saya masuk ke FK UI melalui jalur tes tertulis, yakni SBMPTN, dan sebelum mengikuti tes tersebut saya tidak belajar sama sekali. Saya hanya mengandalkan semua yang saya pelajari di kelas, karena saya selalu belajar maksimal ketika berada di kelas.

Setelah tes, tiba waktunya cemas dan gelisah menunggu kabar hasil tes. Namun saya tidak mengalaminya. Saya santai-santai saja menunggu hasil dari tes yang telah saya jalani, dan entah mengapa saya tidak terbebani. Bahkan ketika saya menerima kabar bahwa saya lulus masuk ke FK UI, saya hanya bersyukur dan tidak merasa gembira berlebihan. Anehnya, sepertinya orang tua saya pun merasa yang sama seperti saya. Padahal orang-orang berkata bahwa “Oh anak yang masuk FK UI pasti orang tua nya bangga luar biasa”. Hal tersebut terasa sedikit lucu dan sedih di saat yang bersamaan.

Setelah masuk FK UI, saya hanya berharap semua yang terjadi kepada saya selama disini akan berkesan dan akan tetap saya ingat hingga nanti saya menemui ajal saya. Semoga teman-teman seangkatan saya mampu melewati semua rintangan yang ada di hidup mereka dengan baik dan tentunya tidak melupakan solidaritas angkatan. Untuk keluarga saya, semoga mereka menerima saya kelak meskipun saya akan menghabiskan uang orang tua saya lebih banyak daripada mahasiswa di fakultas lain karena mahasiswa FK butuh waktu yang lebih lama daripada mahasiswa fakultas lain untuk lulus. Mungkin salah satu motivasi yang bisa saya berikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk teman-teman seangkatan dan junior-junior yang nanti akan masuk FK UI adalah, fokus pada tujuan hidup dan kejarlah apa yang menjadi keinginan terdalam kalian.

Sekian saja dari saya, terima kasih.

Komentar

  1. Sombong sombong, ga belajar aj masuk FK UI ya sep wkwkwk

    BalasHapus
  2. Gilaa otak lu otak apaan sep yaoloh-_-

    BalasHapus
  3. semangat terus sepp

    BalasHapus
  4. gilaa seppp,gini nih strata mayor wkwk

    BalasHapus
  5. congrats ya bisa masuk dengan persiapan minim, kamu memang mutiara bangsa, Nak! wkwkwk

    BalasHapus
  6. buset dah lu sep!!! jenius dari lahir lu yak :p

    BalasHapus

Posting Komentar