[Perjalanan Menuju FKUI] Shafira Nurul Annisa

Nama saya Shafira Nurul Annisa. Sepanjang hidup, ada beberapa nama yang orang-orang gunakan untuk memanggilku, namun saya biasanya memilih Fira. Saya adalah seorang gadis kelahiran kota Cirebon, pada malam hari 25 September 1999. Dibesarkan oleh ayah yang seorang dokter, sejak kecil saya diarahkan untuk menjadi dokter. Ketika SMA, akhirnya saya semakin mantap melanjutkan impian ayah—yang kini menjadi impianku—untuk menjadi dokter.
Saat SMP, saya belum terlalu mengenal maupun memikirkan universitas. Hanya ada beberapa universitas yang saya tahu, dan mayoritasnya universitas terkenal. Akan tetapi, bahkan sejak saat itu, saya sudah berpikir bahwa UI adalah universitas hebat yang ada dalam tiga terbaik universitas di Indonesia.
Di SMA, fokusku mengerucut pada universitas yang kuinginkan. Universitas inilah salah satu tempatku menuntut ilmu, menentukan masa depanku. Di awal SMA, tekadku sempat tergoyahkan. Namun pada akhirnya, saya semakin mantap dengan Kedokteran. Bahkan sejak hari pertama masuk SMA, saya sudah memimpikan saat-saat aku mengenakan jaket kuning. Di mata saya, UI adalah kampus di mana putra-putri terbaik Indonesia, tempat para juara dilahirkan. Saya tidak pernah ragu bahwa UI adalah kampus terbaik untuk saya.
Saya sadar bahwa menjadi mahasiswi UI bukanlah hal yang mudah. Saya harus bersaing dengan ratusan ribu siswa SMA se-Indonesia untuk mendapat kursi di UI, apalagi saya memilih salah satu fakultas terfavorit. Sayamendaftarkan diri ke FKUI melalui SNMPTN, namun saya tidak menggantungkan harapan. Saya tahu aku akan lebih berkesempatan dalam ujian tulis.
Karena kelasku di SMA adalah kelas akselerasi, kelasku memiliki program mendatangkan dosen tamu tiap semester. Bapak Tedy adalah dosen FTTM ITB, dan beliau mengadakan mentoring Matematika setiap akhir pekan. Sejak akhir tahun 2015, saya pulang-pergi ke Bandung setiap hari Minggu untuk belajar pada beliau. Setelah UN, saya menginap di Bandung untuk menjalankan pelatihan intensif bersama dengan bimbingan belajar.
Pengalamanku, yang semoga bisa menjadi pembelajaran bagi para calon mahasiswa FKUI, adalah untuk tidak pernah menyerah. Belajarlah, manfaatkanlah segala fasilitas yang ada. Terakhir, dan yang paling penting: percayalah pada rencana Tuhan. Saya ditolak oleh UI dari SNMPTN. Saya gagal SBMPTN. Akan tetapi, rencana-Nya adalah hal terindah yang bisa menghapus air matamu. Setelah semua kegagalan itu, Dia mengabulkan doaku selama dua tahun untuk menjadi mahasiswi FKUI.
Saat menunggu pengumuman SIMAK, hatiku gelisah tidak karuan. Setelah kegagalanku di SBMPTN, rasanya harapanku hancur. Saat teman-temanku diterima di fakultas impian mereka, saya harus menangis melihat tulisan gagal di laman pengumuman SBMPTN. Saya tidak berani menemui teman-teman karena merasa malu telah mengecewakan mereka. Tiga hari sebelum pengumuman SIMAK saya isi dengan doa penuh harap cemas. Ketika ucapan selamat itu tertera di laman pengumuman, saya bahkan tidak bisa menjelaskan perasaan yang kurasakan setelah menunggu sekian lama, dan akhirnya melihat mimpiku terwujud. Rasanya seperti dibebaskan dari beban yang terus memberati pundak sejak saya memutuskan memilih FKUI.
Harapan saya untuk diri sendiri adalah untuk selalu mengingat tekad untuk menjadi yang terbaik yang saya bisa. Saya tahu saya memiliki kemampuan. Saya menjadi mahasiswi FKUI untuk suatu alasan. Suatu hari, saya berharap akan menemukan suatu momen dalam hidup saya di mana saya akan tersenyum dan berpikir bahwa semua usaha saya tidak sia-sia.
Harapan saya untuk keluarga saya adalah untuk tetap mendukung pilihan hidup yang saya lakukan. Saya ingin mereka mengerti bahwa apa yang saya pilih nanti adalah keputusan terbaik yang saya ambil setelah menjalani pengalaman bertahun-tahun. Selain itu, khusus untuk orang tua saya, harapan saya adalah mendengar mereka berkata secara eksplisit, “Kami bangga denganmu.”
FKUI angkatan 2016 adalah angkatan hebat yang sangat saya banggakan. Hanya dalam waktu singkat, saya dapat merasakan persatuan dari setiap anggotanya. Hal ini membuat saya berpikir bahwa kami adalah sebuah keluarga. Kenyataan ini membuat saya berharap bahwa kami akan tetap menjadi keluarga hingga kami harus berpisah jalan. Selain itu, saya berharap kami selalu mengingat bahwa kami pernah berjanji bahwa kami akan menjadi juara bersama-sama, dan semoga, suatu hari nanti, kami akan bertemu dan bekata bahwa janji itu telah terpenuhi.
Salah satu kutipan yang menjadi motto hidup saya adalah “The only one who can define your worth is yourself”. Satu-satunya yang bisa menentukan nilai dirimu adalah kau sendiri. Karenanya saya selalu menilai diri sendiri dengan tinggi, menantang diri untuk menjadi sebaik mungkin, karena saya tahu, nilai diri saya itu berharga. Sayalah mutiara Indonesia!

Komentar

Posting Komentar