[Perjalanan Menuju FKUI] Sonya Maysalva Syahirah



Nama saya Sonya Maysalva Syahirah, biasa dipanggil Sonya.  Saya lahir di Palembang, tanggal 25 Mei 1999.  Sekarang ini, usia saya 17 tahun.  Saya anak pertama dari tiga bersaudara.  Adik saya yang pertama berusia dua tahun lebih muda dari saya, yang berarti sekarang ia berusia 15 tahun.  Di usianya yang sekarang, ia sudah menduduki kelas dua belas sekolah menengah atas, karena ia melompat kelas sebanyak dua kali, atau yang biasa dikenal dengan kelas akselerasi.  Adik saya yang terakhir, sedang menjalani kelas sembilan di sekolah menengah pertama.  Ayah saya dr. Romay Faizal, Sp.OG.  Dari namanya, sudah dapat diketahui bahwa beliau adalah dokter kandungan dan kebidanan.  Ibu saya Evalina, ia seorang ibu rumah tangga yang merupakan lulusan sekolah kebidanan.
Lahir di keluarga yang berlatarbelakang di bidang medis tentu membuat saya tumbuh dengan dikelilingi hal- hal seputar medis. Dari kecil, ilmu- ilmu yang pertama kali selalu ingin saya ketahui adalah hal- hal yang berbau medis.  Saya sering bertanya banyak hal kepada ayah saya, bahkan saya juga sering menanyakan hal- hal seputar medis yang bahkan ayah saya tidak terlalu mampu menjawabnya.  Tiap kali rasa ingin tahu saya muncul, dan pertanyaan- pertanyaan seputar fakta di kehidupan ilmiah bermunculan, saya selalu menanyakan hal itu kepada ayah saya.  Disaat ia sudah tidak mampu lagi menangani keingin tahuan saya, ia akan menjawab Kamu belajar yang benar, kalau sudah besar cari tau sendiri jawabannya.  Hal ini membuat tekad saya semakin besar untuk menjadi dokter seperti ayah saya.  Bukan hanya sekedar cita- cita yang biasa diutarakan anak kecil, namun hal ini menjadi visi tetap saya dalam jangka panjang.  Saya selalu mempunyai visi yang jauh ketika saya sedang berada di suatu titik.  Saya tipe orang yang berfikir jauh dan panjang, serta memutuskan sesuatu dengan banyak pertimbangan.  Hal ini terkadang bisa menjadi hal yang baik, atau di satu sisi bisa menjadi salah satu kekurangan saya.
Semakin bertambah besar, tepatnya di sekolah dasar, saya mulai mengetahui universitas- universitas yang namanya cukup dikenal kalangan masyarakat Indonesia.  Saya tidak begitu tau bagaimana kualitas FKUI pada saat itu.  Saya masih kecil.  Tapi untungnya stereotipe tersebut membawa saya pada cita- cita baru.  Ketika ditanya cita- cita, saya tidak lagi menjawab ingin jadi dokter.  Saya mulai menjawab ingin masuk FKUI.  Saya selalu percaya bahwa setiap omongan adalah doa.  Saya selalu percaya bahwa kekuatan pikiran, keyakinan, dan doa selalu bekerja dengan baik.  “If my mind can conceive it, if my heart can believe it, then i can achieve it. kurang lebih seperti itu menurut petinju legendaris Muhammad Ali. Saya juga selalu percaya hasil tidak akan mengkhianati usahanya.  Dan menurut saya, usaha tidak hanya dengan belajar terforsir, tapi juga doa dan pengorbanan.  
Pengorbanan yang saya lakukan demi FKUI terjadi di detik- detik masuk SMA.  Saya menjalani sekolah menengah pertama di SMP Labschool Jakarta.  Hal yang saya lakukan untuk masuk Labschool pada saat sekolah dasar kurang lebih sama dengan yang saya lakukan untuk masuk FKUI, yaitu kekuatan pikiran dan keyakinan.  Akan tetapi, di Labschool saya tidak menjalani kegiatan akademik dengan baik.  Saya terlalu sibuk mencari jati diri, saya terlalu banyak bermain dan bergaul.  Meskipun saya tipe orang yang cepat belajar dan tidak terlalu butuh banyak waktu untuk belajar, di Labschool saya benar- benar tidak memanfaatkan kelebihan saya tersebut.  Ketika detik- detik masuk SMA, saya bersikeras ingin tetap melanjutkan di Labschool.  Akan tetapi orang tua saya tidak terlalu setuju dengan alasan, SMA adalah penentuan untuk masa depan saya, dan mereka khawatir dengan melanjutkan disana saya tidak akan bisa fokus dengan apa yang benar- benar saya inginkan.  Akhirnya setelah melalui banyak perdebatan dengan diri sendiri, saya mengorbankan keinginan saya melanjutkan SMA di Labschool dan kemudian melanjutkan SMA di International Islamic Boarding School Republic of Indonesia.  Di sekolah ini, saya diwajibkan menginap di asrama, dan boleh keluar di waktu- waktu tertentu.  Saya tidak main handphone, tidak menonton teve kecuali akhir pekan, tidak hangout di mall atau cafe- cafe, saya malah menghabiskan 24 jam dengan jadwal yang teratur setiap harinya, waktu digunakan untuk kegiatan- kegiatan yang bermafaat, dan belajar yang terus menerus karena di sekolah ini saya menjalani sistem akselerasi yang mengharuskan saya mengikuti ujian hampir setiap harinya.  Di sekolah ini saya mengikuti jadwal ibadah yang teratur, dan mulai fokus dengan akademik karena itulah yang dilakukan anak- anak lain di asrama, selain kegiatan- kegiatan ekskul dan organisasi.  Walaupun saya tidak bisa dibilang rajin di sekolah, namun nilai saya membaik, bahkan drastis. Saya meraih nilai- nilai tertinggi di banyak mata pelajaran, dan peringkat teratas, serta berbagai achievement di kegiatan- kegiatan yang diadakan di sekolah.  Saya tidak begitu rajin belajar, namun disini saya lebih fokus.  Saya memerhatikan guru yang menjelaskan di kelas, dan mengorganisir catatan dengan rapi sehingga saya tidak harus belajar di asrama.  Hal ini membuat saya dan beberapa teman yang berada di peringkat atas untuk mengikuti jalur masuk Talent Scouting.  Sebelumnya saya tidak pernah mengikuti tes perguruan tinggi swasta untuk dijadikan cadangan, talent scouting adalah langkah pertama yang saya ikuti untuk menuju FKUI.  Saya tidak menggantungkan diri saya pada hal yang tidak pasti, maka dari itu sehabis ujian nasional, saya melanjutkan usaha saya mempersiapkan diri dengan mengikuti bimbingan belajar karantina.  Hal tersebut merupakan pengorbanan saya lagi, dimana saya mengorbankan waktu libur saya selama sebulan untuk belajar dari pukul 09.00 pagi sampai 01.00 pagi esok harinya, walaupun banyak diselingi istirahat.  Saya mengikuti bimbingan belajar untuk mempersiapkan diri untuk mengikuti SBMPTN.  Baru seminggu masuk bimbingan belajar, ayah saya dikontak UI untuk memberitahukan bahwa saya dapat melanjutkan seleksi ke tahap selanjutnya.  Saya mengikuti seleksi tersebut walaupun tetap tidak berharap banyak.  Beberapa minggu kemudian, di hari pengumuman, saya langsung membuka pengumuman dan tertulis disana bahwa saya diterima sebagai mahasiswa baru FKUI tahun 2016.  Saya sangat bersyukur jalan saya menuju FKUI dipermudah, tanpa harus merasakan gagal yang kemungkinan akan membuat semangat saya menurun perlahan.  Saya sudah cukup banyak belajar dari kegagalan saya di SMP.
Saya adalah tipe orang yang visionary, maka saat saya tidak lagi punya target dan cita- cita, saya akan merasa bingung dan seperti ada yang kurang. Beberapa lama setelah pengumuman, saya berusaha keras menemukan cita- cita baru.  Akhirnya saya mendapatkan visi yang baru, saya harap dengan masuknya saya di FKUI tahun ini saya dapat mewujudkan visi baru saya di kemudian hari.  Saya berharap dapat melebihi ayah saya, seperti yang selalu ia inginkan, dan membawa FKUI menjadi lebih baik.






If my mind can conceive it, if my heart can believe it, then i can achieve it
- Muhammad Ali

Komentar

Posting Komentar