
Perkenalkan nama saya Stephanie. Saya lahir pada tanggal 23 Agustus 1998 dan kini berusia 17 tahun. Saya tinggal di daerah Jakarta Barat dengan keluarga kecil saya yang beranggotakan ayah, ibu, dan seorang adik perempuan. Saat ini saya telah resmi menjadi seorang mahasiswa baru FKUI 2016 dan perjalanan saya untuk meraih posisi saya saat ini bukanlah perjalanan yang mudah, tentu ada banyak pengorbanan dan keringat yang saya tumpahkan. Pada tulisan ini, saya ingin menceritakan bagaimana saya akhirnya bisa dengan bangga menyebut diri saya sebagai mahasiswa FKUI.
Usaha saya agar dapat menjadi mahasiswa di FKUI bermula ketika saya masuk SMA. Saya menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMA Santa Laurensia yang terletak di kompleks Alam Sutera, Tangerang Selatan. Ketika saya duduk di kelas 10, saya mulai berpikir, “ketika lulus, aku mau lanjut kemana ya?” Di masa itu, saya sadar bahwa saya harus segera menemukan tujuan hidup saya agar saya dapat mempersiapkan segalanya sebelum terlambat. Hingga pada suatu hari, saya terinspirasi untuk menjadi seorang dokter. Saat itu saya menginap di ruang tunggu ICU karena kakek saya sedang sekarat terkena virus MRSA. Selama saya di ICU, saya melihat perjuangan dokter yang menolong pasien-pasien dan selalu menyemangati keluarga yang rasanya sudah hampir putus asa. Saya mengamati betapa besarnya perjuangan dokter yang tidak pernah menyerah dan selalu memberikan dukungan moral walaupun mereka lah yang sebenarnya tahu bagaimana nasib pasiennya yang sesungguhnya. Hal itu membuat saya tersentuh dan ingin berbuat hal yang sama demi kemajuan kesehatan di Indonesia. Saya ingin berkontribusi untuk negara, dan saya sangat ingin menolong orang lain walaupun tidak diberi imbalan apapun.
Akhirnya, dengan tekad yang bulat, saya memantapkan diri untuk meraih cita-cita menjadi seorang dokter yang berguna bagi masyarakat dan mau melayani siapapun tanpa melihat status dan imbalan. Saat itu saya mulai melakukan research universitas yang sesuai dengan cita-cita saya hingga akhirnya saya merasa mantap untuk mendaftar di FKUI. Menurut pandangan saya, FKUI adalah tempat yang paling baik untuk mewujudkan cita-cita saya. Saya percaya bahwa FKUI mampu memberikan pendidikan terbaik dan menghasilkan dokter-dokter yang berkualitas, bukan sekadar gelar saja. Walaupun saya tau perjuangan saya di FKUI tidak akan mudah, tetapi saya percaya bahwa proses yang sulit akan membentuk saya.
Sejak kelas 10, saya mulai sangat rajin belajar dan selalu menyelesaikan tugas semaksimal mungkin sehingga nilai saya terus meningkat. Hingga kelas 12, prestasi saya tetap tinggi dan saya mendapatkan tawaran dari sekolah untuk menjadi peserta talent scouting. Di SMA saya, UI hanya memberikan satu kuota talent scouting, sehingga ketika saya dicalonkan oleh sekolah, saya merasa cukup percaya diri untuk terus maju. Saya juga mendaftar bimbel khusus untuk masuk UI sejak awal kelas 12 dan hampir tidak pernah absen dalam kegiatan belajar tersebut. Weekend saya selalu diisi dengan belajar, dan waktu bermain saya menjadi semakin sedikit. Padahal kelas 12 adalah tahun terakhir di SMA yang seharusnya saya isi dengan kenang-kenangan bersama teman-teman yang tidak akan saya lupakan. Namun sebaliknya, saya justru menghabiskan waktu hanya untuk belajar. Teman-teman awalnya berkata saya terlalu banyak belajar, tapi pada akhirnya mereka selalu setia mendukung saya setelah mereka tahu betapa besar keinginan saya untuk menjadi dokter.
Pada masa akhir kelas 12, saya semakin intensif belajar. Di saat teman-teman semua sudah asyk berlibur baik dalam maupun luar negeri, saya justru harus pontang-panting belajar di bimbel yang jaraknya hampir 50 km dari rumah saya. Saya harus berangkat pukul 6 pagi dan pulang pukul 9 malam setiap harinya kecuali hari Minggu. Tentu saya mulai merasa tekanan batin, karena pada masa itu harusnya saya menghabiskan waktu bersama teman-teman yang akan melanjutkan studi di luar negeri, dan mungkin kami tidak akan bertemu lagi. Akhirnya saya mengorbankan waktu tersebut untuk belajar intensif. Setelah satu setengah bulan perjuangan belajar mati-matian, akhirnya saya mendaftar melalui jalur SIMAK. Pada saat ujian, saya cukup bisa mengerjakan banyak soal dan cukup percaya diri.
Selama sebulan saya harus menunggu hasil talent scouting dan SIMAK. Perasaan saya sangat campur aduk. Saat itu saya sudah bisa menikmati libur, tapi rasanya libur saya belum tenang karena kala itu saya belum diterima universitas sementara teman-teman saya sudah banyak yang diterima di universitas yang hebat-hebat. Sebulan kemudian, pengumuman yang pertama adalah jalur talent scouting. Namun nasib baik belum berpihak pada saya sehingga saya gagal. Saat itu saya merasa sangat mental break down karena satu harapan saya telah gugur. Saya sangat kecewa, tapi keluarga saya terutama orangtua saya tetap menyemangati dan menerima dimanapun saya akan kuliah nanti. Mereka tidak memaksakan saya harus masuk FKUI, tapi bagaimanapun juga rasanya prestasi saya 3 tahun di SMA terkesan sia-sia karena pada akhirnya saya harus mengandalkan jalur tes tertulis.
Tak lama kemudian, hasil SIMAK pun keluar. Saat itu saya banyak berdoa dan akhrinya Tuhan mengabulkan doa itu. Saya mendapat panggilan telepon untuk interview dan tes psikologi lanjutan, dan akhirnya saya diterima sebagai mahasiswa FKUI. Rasanya sulit dituangkan dalam kata-kata. Saya merasa sangat bahagia dan lega karena perjuangan dan pengorbanan saya tidak sia-sia. Orangtua saya sangat bangga dan keluarga pun memberikan banyak ucapan selamat. Teman-teman juga sangat bangga kepada saya. Saat itu orangtua saya berpesan, “Kalau kamu benar-benar mau jadi dokter, jadilah dokter hebat, jangan lulus hanya menjadi dokter biasa.” Kata-kata itulah yang akan selalu saya ingat hingga nanti saya lulus.
Harapan untuk diri saya sendiri adalah menjadi dokter yang hebat dan baik, bukan hanya dokter biasa-biasa saja. Orangtua saya sudah banyak mengeluarkan biaya untuk kuliah saya, sehingga saya tidak akan mengecewakan mereka. Harapan saya bagi keluarga saya adalah saya ingin keluarga saya tetap mendukung saya hingga saya berhasil menjadi seorang dokter hebat. Saya sangat berharap kelaurga saya dapat setia menanti hingga saya lulus dan sukses. Karena begitu besar kepercayaan mereka terhadap saya, maka saya tidak akan mengecewakan mereka. Sedangkan harapan saya terhadap FKUI adalah agar dapat membimbing saya sebaik mungkin agar saya dapat lulus menjadi seorang dokter yang terampil dan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Saya berharap FKUI mampu memberikan saya pengalaman berharga yang berguna bagi saya untuk meraih cita-cita. Saya percaya semua dosen FKUI berkualitas dan mau membantu muridnya semaksimal mungkin.
Motivasi hidup saya adalah “pantang menyerah, selalu ingin maju, tidak kenal lelah, dan berusaha memberikan kontribusi bagi masyarakat”. Bagi saya, diterima sebagai mahasiswa FKUI bukanlah akhir perjuangan, melainkan awal perjuangan dengan rintangan yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Tips saya untuk bisa masuk di FKUI adalah untuk pantang menyerah sebesar apapun godaannya. Selama ini saya merasa godaan terbesar saya adalah rasa malas memulai dan selalu ingin menunda. Sebaliknya, kita harus terus berusaha dan tidak pernah merasa puas atau mengharapkan kemudahan apapun. Mulailah segala sesuatu sejak dini, seperti mencicil belajar sehingga saat ujian masuk tidak panik dengan bahan pelajaran yang sulit dan banyak. Sangat diperlukan time management yang baik sehingga kita dapat memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk belajar.
Selamat yaa, keren banget perjuangannya! Sukses bareng yaa :)
BalasHapusciee calon bu dokter:) semangat ya step!
BalasHapusSemangat terus ya kedepannyaa!!!
BalasHapussemangat stephanie! senang dengan ceritanya
BalasHapusSangst mengesankan, salut deh!
BalasHapusWah, hebat sekalii! Lanjutkan!!
BalasHapusPeru sekali ceritanya sangatt inspiratiiiff yaaaa
BalasHapuswadaw keren. Sukses bareng ya :)
BalasHapusAsik cabudok
BalasHapusMantap euy
BalasHapusceritanya bikin terharu :')
BalasHapus